Pasokan bahan baku seret, produksi bio etanol Medco hanya 70%



JAKARTA. Pabrik bio etanol milik PT Medco Energi International Tbk di Lampung kekurangan bahan baku singkong. Sehingga, produksi pabrik bio etanol Medco masih belum optimal. Saat ini, produksi bio etanol Medco hanya sebesar 126.000 kiloliter per hari. Padahal kapasitas pabrik sebesar 180.000 kiloliter per hari. “Produksi kita masih 70% karena kita agak susah mendapatkan singkong akhir-akhir ini," ujar Presiden Direktur PT Medco Downstream Indonesia Bambang W. Sugondo, Selasa (24/5). Walaupun kesulitan mendapatkan bahan baku, Hingga akhir tahun, Medco berencana untuk mengerek produksi hingga 100% sesuai dengan kapasitas produksi. Hasil produksi pabrik bio etanol tersebut akan dijual untuk domestik dan ekspor. Untuk porsinya, sebesar 50% dijual ke domestik dan sisanya sebesar 50% dijual untuk ekspor. "Ekspornya macam-macam. Ada yang ke China dan Korea," kata Bambang.Medco berencana untuk melakukan ekspansi dengan membangun pabrik bio etanol baru di Lampung pada akhir 2014 atau awal 2015. Kapasitasnya mencapai 180.000 kiloliter. Tak cuma memperluas pabrik di Lampung, Medco juga bakal membangun pabrik bio etanol di Merauke, Papua. Pabrik di Papua ditargetkan bisa berproduksi sebanyak 180.000 KL bio etanol. Saat ini prosesnya masih dalam tahap pembebasan lahan tebu dan riset produksi tebu. "Kita belum punya angka investasi, tapi jika mengacu pabrik etanol standar mungkin bayangan saya untuk pabrik saja maksimum sekitar US$ 150 juta, di luar tanah," katanya.Sementara itu, Asosiasi Produsen Biofuel (Aprobi) mencatat produksi bahan bakar nabati nasional pada kuartal pertama 2011 mencapai 300.000 kiloliter. "Sampai kuartal pertama tahun totalnya mungkin lebih dari 300.000 kiloliter," kata Sekjen Aprobi, Paulus Cakrawan.Angka ini masih jauh dari target yang dipatok pemerintah. Dalam hitungan pemerintah, produksi bahan bakar nabati (BBN) tahun ini mencapai sekitar 800 ribu KL. Rinciannya, biodiesel 590 ribu KL, dan 200 ribu KL. “Kalau ditambah dengan ekspor, total produksi tahun ini harusnya 1 juta KL lebih,” jelas dia.Paulus mengatakan, pengembangan BBN memang sulit diterapkan menyeluruh secara langsung. Pasalnya, pengembangan pemakaian BBN masih terkendala masalah distribusi dan kebijakan harga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Rizki Caturini