Pasokan batubara ke PLN masih seret



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, masih ada sejumlah perusahaan pertambangan yang memiliki  Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang belum memenuhi kewajiban mereka. Yakni menyuplai batubara domestik atau domestic market obligation (DMO) sebesar 25% kepada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Kementerian ESDM murka. Menteri ESDM Ignasius Jonan melalui surat bernomor 2841/30/MEM.B/18 per tanggal 8 Juni 2018 menetapkan bila pada triwulan II tahun 2018 suplai batubara DMO tidak dapat memenuhi kewajiban sebanyak 25%,  akan dikenakan sanksi. Hukuman berupa pengurangan tingkat produksi tahun 2018.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan, surat tersebut sebagai salah satu kepatuhan terhadap IUP maupun Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PKP2B. Ia enggan menyebutkan jumlah IUP maupun PKP2B yang belum melaksanakan kewajiban itu. "Masih banyak yang belum. Ya, kalau belum kena sanksi sesuai dengan surat Menteri ," terangnya kepada KONTAN, Minggu (01/7).


Berkenaan dengan itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan, ketentuan yang ditetapkan pemerintah dalam surat tersebut berbeda dengan Keputusan Menteri ESDM No. 23 K/30/MEM/2018. Dalam beleid tersebut, tidak menyebutkan evaluasi bisa dilakukan di pertengahan tahun.

Sanksi berupa pemotongan besaran produksi dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran Biaya (RKAB) baru diberlakukann tahun depan. "Di Kepmen ESDM No. 23 itu dilihat pemenuhan DMO per tahun. Tapi melalui surat ini semester I-2018 akan dievaluasi akhir Juni. Jalan keluar melalui transfer kuota harus jelas dulu," terangnya kepada KONTAN, Minggu (01/7).

Sementara  perusahaan batubara jumbo, rata-rata kewajiban DMO mereka sejauh ini sudah terpenuhi. Seperti, PT Adaro Energy Indonesia. Direktur Adaro Lie Luckman mengatakan, pihaknya sudah memenuhi kewajiban DMO sejak April  lalu. Ia bilang, jika dihitung sesuai rencana produksi tahun 2018 yaitu sebesar 50 juta ton, DMO tahun ini jatuh sekitar 12,5 juta ton.

Sesuai dengan rencana produksi Januari hingga April, rencana produksi Adaro sekitar 14,1 juta ton. "Jadi kalau kita hitung 25% itu 3,5 juta ton. Pemenuhan DMO Januari sampai April kita sudah 4,11 juta ton, sehingga sekitar 580.000 ton lebih tinggi dari rencana," tegasnya.

Begitu juga dengan PT Arutmin Indonesia. Chief Executive Officer Arutmin Ido Hotna Hutabarat mengatakan, sesuai RKAB tahun 2018 disetujui volume produksi  28,8 juta ton. Sehingga, 25% untuk DMO mencapai 7,2 juta ton. "Pada bulan Mei kita sudah supply domestik melebihi 25%," ungkapnya ke KONTAN, Ahad (1/7).

Direktur Utama PT Kideco Jaya Agung Kurnia Ariawan menyatakan tahun ini pihaknya menargetkan produksi batubara sebesar 32 juta ton. Jadi 25% mencapai 8 juta ton. "Hasil produksi sampai April 2018 kami sudah menjual ke domestik 32% atau di atas kewajiban DMO," tandasnya.

Direktur Utama PT Bukit Asam (PTBA) Arviyan Arifin mengatakan, sampai April 2018 pihaknya sudah memenuhi kewajiban DMO mencapai 175%. Atau terealisasi sebanyak 2,043 juta ton dari target produksi sebesar 3,58 juta ton. "Kita sudah melebihi target DMO," ujarnya.

Hendra Sinadi menambahkan, rata-rata, yang belum memenuhi kewajiban DMO 25% merupakan perusahaan yang tidak memiliki spesifikasi batubara sesuai dengan kriteria pembangkit milik PLN. "Itu sulit. Banyak hal yang perlu diatur, antara lain mekanisme transfer kuota. Tadi sempat mengumpulkan anggota, intinya minta pemerintah untuk bisa tinjau kembali," terangnya.

Dia menyatakan perusahaan sebenarnya memiliki komitmen  memenuhi kebutuhan domestik. Namun, kemampuan setiap perusahaan berbeda-beda.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia