JAKARTA. Harga nikel jatuh di tengah stok yang melimpah. Mengutip data Bloomberg, Rabu (18/6) pukul 12.14 waktu London, nikel untuk pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange (LME) turun 1,3% dibandingkan hari sebelumnya menjadi US$ 18.863 per ton. Meski demikian, harga logam industri ini sudah melesat 35,7% sejak awal tahun ini. Kenaikan terjadi akibat kekhawatiran permintaan global akan melebihi suplai. Pasalnya, Indonesia sebagai produsen nikel terbesar, melarang ekspor mineral mentah.Sementara, laporan LME harian kemarin (18/6) menunjukkan, stok nikel bertambah 19.242 metrik ton menjadi 305.970 ton. Kenaikan harian sebesar 6,7% ini yang terbesar sejak tahun 2009. Artinya, pasokan saat ini cukup. "Harga nikel berlari jauh melebihi fundamental, karena aksi spekulatif," kata Robin Bhar, analis Societe Generale SA, seperti dikutip Bloomberg, Rabu (18/6).Sementara, Direktur PT Equilibrium Komoditi Berjangka, Ibrahim menilai, saat ini, nikel dalam tren koreksi karena pasar mengantisipasi hasil rapat The Federal Reserves (The Fed). Bank sentral AS itu akan merilis perkembangan ekonomi makronya. “Diprediksi The Fed akan mempercepat pemangkasan stimulus. Jika benar, posisi dollar AS bakal kian menguat, sehingga harga komoditas, termasuk nikel akan terkoreksi," papar Ibrahim. Secara teknikal, kata Ibrahim, indikator menunjukkan harga masih turun. Bollinger bands (BB) 10% di atas BB tengah. Grafik moving average convergence divergence (MACD) 65% di area negatif, dan relative strength index (RSI) juga berada di area negatif 60%. Hanya, stochastic 70% berada di area positif. Ibrahim menduga, hari ini, nikel masih terkoreksi ke kisaran US$ 18.800-US$ 18.900 per ton. Sementara, hingga akhir pekan ini, harga bisa bergulir antara US$ 18.700-US$ 18.950 per ton.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pasokan berlimpah, harga nikel melandai
JAKARTA. Harga nikel jatuh di tengah stok yang melimpah. Mengutip data Bloomberg, Rabu (18/6) pukul 12.14 waktu London, nikel untuk pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange (LME) turun 1,3% dibandingkan hari sebelumnya menjadi US$ 18.863 per ton. Meski demikian, harga logam industri ini sudah melesat 35,7% sejak awal tahun ini. Kenaikan terjadi akibat kekhawatiran permintaan global akan melebihi suplai. Pasalnya, Indonesia sebagai produsen nikel terbesar, melarang ekspor mineral mentah.Sementara, laporan LME harian kemarin (18/6) menunjukkan, stok nikel bertambah 19.242 metrik ton menjadi 305.970 ton. Kenaikan harian sebesar 6,7% ini yang terbesar sejak tahun 2009. Artinya, pasokan saat ini cukup. "Harga nikel berlari jauh melebihi fundamental, karena aksi spekulatif," kata Robin Bhar, analis Societe Generale SA, seperti dikutip Bloomberg, Rabu (18/6).Sementara, Direktur PT Equilibrium Komoditi Berjangka, Ibrahim menilai, saat ini, nikel dalam tren koreksi karena pasar mengantisipasi hasil rapat The Federal Reserves (The Fed). Bank sentral AS itu akan merilis perkembangan ekonomi makronya. “Diprediksi The Fed akan mempercepat pemangkasan stimulus. Jika benar, posisi dollar AS bakal kian menguat, sehingga harga komoditas, termasuk nikel akan terkoreksi," papar Ibrahim. Secara teknikal, kata Ibrahim, indikator menunjukkan harga masih turun. Bollinger bands (BB) 10% di atas BB tengah. Grafik moving average convergence divergence (MACD) 65% di area negatif, dan relative strength index (RSI) juga berada di area negatif 60%. Hanya, stochastic 70% berada di area positif. Ibrahim menduga, hari ini, nikel masih terkoreksi ke kisaran US$ 18.800-US$ 18.900 per ton. Sementara, hingga akhir pekan ini, harga bisa bergulir antara US$ 18.700-US$ 18.950 per ton.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News