Pasokan kopi arabika Mandailing dan Sidikalang terganggu



JAKARTA. Petani kopi arabika di Sumatera Utara (Sumut) tengah diliputi nestapa. Pasalnya, produk kopi mereka yang menjadi kopi unggulan Indonesia rusak akibat serangan hama penggerek buah kopi atawa PBKo. Alhasil, kopi unggulan ekspor Sumut itu tidak bisa dipanen.

Sabam Malum, Ketua Forum Kopi Sumatera Utara (FKSU) bercerita, keganasan hama PBKo itu telah mengakibatkan produksi kopi Sumut turun sangat signifikan tahun ini. Selama musim panen tahun ini, produksi kopi Sumut turun 33% menjadi 40.800 ton. Produksi tahun lalu mencapai 61.200 ton. "Serangan tahun ini sangat berbahaya bagi produksi kopi," kata Sabam kepada KONTAN, Selasa (21/12).

Hama PBKo atau sering disebut berry borer merupakan hama berjenis kutu yang hinggap dan menggerogoti bijih kopi. Menurut Sabam, selama ini, hama tersebut hanya menyerang biji kopi di pohon kopi yang sudah berusia tua (lebih dari 4 tahun). Namun, belakangan ini, hama tersebut juga menyerang biji di tanaman kopi yang masih berusia muda, yakni sekitar 2 tahun sampai 3 tahun.


Karena itu, dari setiap 100 biji kopi yang dipanen, sebanyak 31-35 biji sudah rusak terserang hama PBKo. "Untuk kasus tertentu ada yang mencapai 91 biji kopi dari 100 bijih," ujar Sabam lagi.

Agar tidak merugi terlalu banyak, sebagian petani memilih segera memanen lebih cepat untuk menyelamatkan biji kopi yang masih bisa diselamatkan. Tapi, panen muda itu menurunkan kualitas karena citarasanya berbeda dibanding biji yang sudah tua. Namun, menurut Sabam, petani tidak memiliki pilihan lain untuk menghindari kerugian.

Sumut selama ini dikenal sebagai salah satu daerah penghasil kopi arabicka terbesar di Indonesia. Menurut Sabam, produksi kopi arabika Sumut banyak digemari pasar ekspor. "Hanya 2% saja yang dikonsumsi di dalam negeri," jelas Sabam. Setidaknya, ekspor kopi Sumut itu menopang 15% kinerja ekspor kopi nasional yang mencapai 342.000 ton per tahun.

Selain petani, eksportir kopi Sumut juga terpaksa harus sabar karena jumlah ekspor mereka menurun. Hal yang sama juga dialami para penggemar kopi arabika Sumut yang harus rela menerima pasokan yang menyusut.

Selama ini, peminum kopi Amerika Serikat (AS) dan Eropa sudah mengenal kopi dari Sumut dengan nama kopi Sidikalang dan Kopi Mandailing. Kopi jenis arabika Sumut itu menjadi kopi mahal yang disediakan di kafe-kafe kopi AS. Salah satunya adalah Starbucks. Salah satu kafe kopi terbesar dunia itu menjadikan kopi Sumut menjadi sajian andalan di mejanya. Maka, tidak mustahil, menurut Sabam, pasokan kopi Sumut ke kedai kopi seperti Starbuck juga bakal seret.

Kopi kualitas rendah pun lakuToh, petani kopi di Sumut masih masih bisa tersenyum, walau getir. Mereka bisa menjual kopi yang diserang hama tersebut, meskpun harganya lebih murah. Saidul Alam, Anggota Badan Pengurus Daerah Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Sumut menjelaskan, kopi yang masih bisa diselamatkan itu dijual oleh eksportir kepada segmen pasar yang berbeda dari biasanya. "Sekarang pasar dialihkan ke low grade karena kualitasnya memang rendah," kata Saidul.

Untungnya, konsumen kopi low grade alias mutu rendah itu di pasar ekspor juga cukup besar. Saidul bilang, paska krisis di AS, banyak penggemar kopi mahal menurunkan seleranya dengan cara menyeruput kopi yang bermutu lebih rendah. Bahkan, ada pabrik pengolahan kopi di AS sekarang mulai meningkatkan produksi kopi low grade itu untuk keperluan pasar masal (mass-market). "Pasar massal ini mulai berkembang di AS, sehingga permintaanya juga meingkat," terang Saidul.

Penurunan kualitas kopi itu membuat petani dan eksportir tidak bisa mengambil keuntungan maksimal. Sehingga, mereka berharap hama yang mengerogoti perkebunan kopi Sumut itu bisa segera mereka berantas. "Ini program utama kami," kata Sabam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini