Pasokan Migor Digenjot, Gimni Sebut dari 125 eksportir, Baru 17 korporasi Patuh DMO



KONTAN.CO.ID - Pemerintah lewat Kementerian Perdagangan (Kemendag) berjibaku mengatasi  kelangkaan minyak goreng yang belum nampak hasilnya. Menggerojok pasar dengan minyak goreng, memangkas rantai distribusi menjadi langkah terbaru yang dilakukan Kemendag untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng atau biasa disebut migor.

Dirjen Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Kemendag Oke Nurwan mengatakan, sejak 14 Februari, pemerintah sudah menggandakan pasokan minyak goreng nasional menjadi sebanyak 320 juta liter per bulan. “Dari biasanya hanya 10 juta -11 juta liter per hari, menjadi 20 juta liter per hari,” ujar Oke dalam acara Business Talk, Kompas TV-Kontan, Selasa malam (22/02). 

Oke menyebut, sejak tanggal 14-21 Februari 2022, sebanyak 146 juta liter sudah tiba di pasar. “Ini terus kami monitor 24 jam, saat ini (ibarat bendungan) sudah penuh. Jika masalahnya belum merata, kami akan membuka irigasinya, memperlancarnya,” ujar Oke. Bahkan kata Oke, pemerintah juga akan hadir memangkas rantai distribu dan penjualan minyak goreng di pasar agar kebutuhan masyarakat terpenuhi.


Baca Juga: Soal Penyaluran Minyak Goreng oleh SIMP & SMAR, Satgas Pangan Polri: Kami Selidiki

Saat ini, konsentrasi pemerintah adalah memperlancar saluran minyak di Indonesia bagian timur. “Ini penting meski dari total kebutuhan nasional hanya 10% saja, tapi dengan lokasi pabrikan sawit dan perkebunanan di Sumatra dan Kalimantan, dengan begitu wilayah timur harus kami pantau agar pasokan lancar,” jelas Oke. 

Pemerintah mengaku terus bersiaha mengatasi kelangkaan minyak goreng, meski di lapangan masalah ini belum terselesaian. Targetnya akhir Februari 2022 ini, masalah kelabminyak goreng bisa diatasi. 

Hanya saja, hasil pantauan langsung lembaga pelayanan publik Ombudman minyak goreng masih langka. Adanya pembatasan pasokan, dugaan penyusupan stok di ritel modern ke ritel atau pasar tradisional menjadi sebab kelangkaan minyak goreng.  "Distributor membatasi ke agen, agen membatasi ke ritel," ungkap Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika dalam jumpa pers virtual (22/2). Efeknya, minyak goreng di pasar tradisional ataupun ritel masih sulit ditemui.  

Temuan di lapangan, ada upaya distributor minyak goreng memilih memberikan produksinya ke pihak industri yang bisa membayar lebih mahal dibanding menjual ke masyarakat dengan harga eceran yang ditentukan pemerintah. Efeknya, masyarakat tidak bisa mendapatkan stok minyak goreng. 

Kondisi ini terjadi di beberapa provinsi, mulai dari DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Bangka Belitung, Sumatra Utara,  Jambi, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Maluku Utara, hingga Papua.

Baca Juga: Pasokan Terus Digerojok, Minyak Goreng Masih Langka

Yeka menyebut, kondisi ini bisa sebagai respons pelaku usaha yang kurang puas dengan kebijakan pemerintah.

Sebagai gambaran, selama tahun 2022 misalnya, ada enam aturan terkait minyak goreng. Yang terbaru adalah Keputusan Mendag 129/2022 tentang Penetapan Jumlah Untuk Distribusi Kebutuhan Dalam Negeri (Domestic Market Obligation) dan Harga Penjualan di Dalam Negeri (Domestic Price Obligation)

Ada tiga poin penting dalam aturan ini yakni kewajiban eksportir CPO untuk mendistribusikan 20% dari total produksinya, kedua, pemerintah mewanjibkan  harga penjualan di dalam negeri diatur dengan harga yang ditetapkan. Yakni: untuk Crude Palm Oil, harga ditetapkan  sebesar Rp 9.300 per Kg. Adapun untuk Refined, Bleached and Deodorized Palm Olein , harga ditetapkan sebesar Rp 10.300 per Kg. 

Baca Juga: Minyak Goreng Masih Langka, Pasokan Digerojok 146 juta Liter ke Pasar

Kata Oke, aturan ini melengkapi aturan pencatatan ekspor yakni Permendag 02/2022 tentang Perubahan Permendag 19/2021 tentang Kebijakan Pengaturan Ekspor serta Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 6/2022 tanggal 26 Januari 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) Minyak Goreng Sawit.

Dalam aturan itu, HET minyak goreng diatur dengan rincian migor curah sebesar Rp11.500/liter, kemasan sederhana ditetapkan sebesar Rp13.500/liter, dan kemasan premium sebesar Rp14.000/liter. Kebijakan HET ini mulai berlaku pada 1 Februari 2022 

“Dengan aturan ini, aturan selisih harga ekspor dan pembelian yang menggunakan dana dari BPDP PKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit)  sudah tidak berlaku sejak 1 Februari juga,” ujar Oke kepada KONTAN kemarin. 

Hanya saja, keputusan ini dinilai tidak akan efektif untuk mengatasi kelangkaan minyak goreng.  Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan kebijakan DMO dan DPO untuk minyak sawit mentah atau crude palm oil dan turunannya tidak efektif menstabilkan gejolak harga minyak goreng. 

Kata Sahat, sebagian besar eksportir CPO dan produk turunannya masih belum menjalankan aturan DMO dan DPO sesuai dengan amanat Kementerian Perdagangan (Kemendag) untuk memastikan pasokan bahan baku minyak goreng domestik stabil. “Dari 125 an perusahaan eksportir, hanya sekitar 17 perusahaan yang menjalankan kewajiban itu,” ujar Sahat dalam acara B-Talk, Selasa malam kemarin.

Dengan begitu, kata dia, kebijakan ini belum efektif. Efeknya pasokan dan harga minyak goreng tak kunjung stabil utamanya di pasar ritel modern yang pasokannya terbatas. Ia menduga ada pihak yang bermain di belakang memanfaatkan situasi ini. 

Sahat menyebut, pemerintah harus bergegas menyelesaikan masalah harga dan kelangkaan pasokan minyak goreng. Lantaran kebutuhan minyak goreng dalam negeri bakal naik dua kali lipat pertengahan Maret, jelang bulan Ramadhan dan Lebaran.

“Umumnya naik dua kalinya, jika ini dak diatasi segera pasokan dan harga akan jadi masalah,” ujarnya kepada KONTAN. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Titis Nurdiana