Pasokan obligasi korporasi bertambah



JAKARTA. TBG Global Pte Ltd, anak usaha PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG), menawarkan kupon 4,625% atas obligasi global senilai US$ 300 juta. TBG mematok tenor lima tahun surat utang berdenominasi mata uang dollar AS ini.

TBIG menyusul beberapa perusahaan yang getol menerbitkan obligasi global sejak awal tahun. Sebelumnya, PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR), PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL), PT Indika Energy Tbk (INDY), PT Star Energy, serta PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menerbitkan obligasi global dengan total US$ 1,98 miliar.

Direktur Keuangan TBIG, Helmy Yusman Santoso, mengatakan, pihaknya menerbitkan obligasi global karena kuponnya lebih rendah dibanding obligasi bermata uang rupiah. Keputusan bank sentral Amerika Serikat (AS) yang menahan suku bunga di level rendah mempengaruhi penetapan kupon obligasi global yang tidak terlalu tinggi.


Dengan demikian, biaya dana yang dikeluarkan perusahaan ini juga relatif murah ketimbang menerbitkan obligasi denominasi rupiah. "Investor juga memandang pasar Indonesia sedang bagus sehingga bisa menarik investor untuk menyerap obligasi yang ditawarkan," tutur Helmy kepada KONTAN, Kamis (28/3).

Di sisi lain, TBIG membutuhkan pendanaan dalam dollar AS sehingga surat utang yang diterbitkan memiliki denominasi mata uang yang sama. Rencananya, TBIG akan menggunakan dana hasil penerbitan surat utang dollar AS ini untuk pembayaran sebagian pinjaman senior, pembayaran atas pinjaman induk perusahaan serta untuk keperluan umum perusahaan.

Helmy mengatakan, dari total penerbitan US$ 300 juta, lebih dari 90% merupakan investor institusi dan sisanya investor ritel. "Saat ini sudah kami tawarkan dan hasilnya bagus," kata dia.

Surat utang ini akan tercatat di Bursa Singapura. Untuk penerbitan obligasi ini, TBIG menunjuk joint global coordinator Citi, Morgan Stanley, dan UBS Investment Bank.

Head of Fixed Income BCA Sekuritas, Herdi Ranu Wibowo, mengatakan, kupon yang ditawarkan tersebut relatif menarik. Kupon ini lebih tinggi ketimbang imbal hasil obligasi global pemerintah yang kemarin di angka 2,6%. "Dibandingkan yield obligasi global pemerintah Indonesia kupon TBIG sekitar 200 basis poin lebih tinggi," ujar Herdi.

Herdi mengingatkan, investor perlu mewaspadai tren kenaikan yield obligasi pemerintah AS atau US Treasury yang menjadi acuan harga obligasi global korporasi. Bila yield US Treasury naik, obligasi global korporasi Indonesia juga akan naik dan harga akan tertekan.

Menurut Herdi, kenaikan harga obligasi TBIG di pasar sekunder terbatas. Sebab, instrumen ini kurang likuid sehingga pergerakan harga kurang atraktif. Volume penerbitannya juga relatif kecil. "Investor akan memilih masuk ke pasar perdana dengan harga diskon sehingga lebih menguntungkan," kata Herdi.

Obligasi global korporasi asal Indonesia juga berpotensi memberikan keuntungan bagi investor ritel. Namun, batas nilai investasi di obligasi global korporasi yang minimal sebesar US$ 10.000 menyebabkan porsi investor ritel masih sedikit.

Selain obligasi global, pasar obligasi korporasi dalam negeri juga semakin ramai. Kali ini, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) mencatatkan Obligasi Berkelanjutan I Bank BTN Tahap II Tahun 2013 senilai Rp 2 triliun di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Obligasi bertenor 10 tahun ini menawarkan kupon 7,9% per tahun. Kupon ini lebih tinggi 254 basis poin dibanding imbal hasil surat utang negara acuan bertenor sama.

Obligasi ini mendapat peringkat AA dari Pefindo dan AA dari Fitch Ratings. Dengan pencatatan ini, total obligasi dan sukuk yang sudah tercatat di BEI sepanjang 2013 adalah 14 emisi dari 12 emiten senilai Rp 14,92 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati