Pasokan Surat Utang Pemerintah di 2025 Bisa Membatasi Penerbitan Obligasi Korporasi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana penerbitan jumbo surat utang pemerintah berpotensi membatasi minat terhadap investasi surat utang korporasi di tahun depan. Daya tarik surat utang atau obligasi korporasi mungkin kalah daripada obligasi pemerintah.

Ekonom Pefindo Suhindarto mengatakan, persaingan likuiditas memang menjadi salah satu risiko utama penerbitan obligasi tahun depan lebih rendah. Investor mungkin lebih memilih Surat Utang Negara (SUN) dan SRBI sebagai aset yang lebih risk free ketimbang obligasi korporasi.

Seperti diketahui, surat utang jatuh tempo pemerintah di tahun 2025 diperkirakan mencapai Rp 750 triliun, lebih tinggi dari tahun 2024 sebesar Rp 400 triliun. Suplai obligasi pemerintah yang lebih besar karena anggaran pemerintah yang bertambah untuk kebutuhan pembiayaan program kerja dan kabinet yang lebih besar.


Baca Juga: Pefindo Perkirakan Penerbitan Surat Utang Korporasi Capai Rp 155 Triliun di 2025

Darto mencermati, investor terutama asing lebih memilih berinvestasi di Indonesia melalui SUN untuk tenor menengah. Sementara itu, SRBI dipilih untuk tenor pendek, sehingga menjadi risiko bagi penyerapan obligasi korporasi yang dalam beberapa tahun lebih sering terbitkan tenor-tenor pendek.

"Kompetisi antara obligasi pemerintah dan korporasi membuat surat utang korporasi kurang terserap maksimal. Banyak investor lebih memilih aset risk free di pasar surat utang pemerintah," jelas Darto dalam Media Update Pefindo, Rabu (11/12).

Dari sisi yield, Darto menuturkan, kupon obligasi korporasi tahun depan bakal mengekor yield atau imbal hasil surat utang pemerintah sebagai acuan (benchmark). Yield SUN tenor 10 tahun sebagai acuan diperkirakan di level 6,31%- 6,69%, lebih rendah dari tahun ini kisaran 6,65% 7,2%.

Yield obligasi turun utamanya berpotensi dipengaruhi suku bunga acuan yang kemungkinan besar dipangkas tahun depan. Namun, yield bisa cenderung kaku untuk turun karena persaingan ketat antara obligasi pemerintah dan korporasi, serta suplai yang besar di pasar.

Kendati demikian, Darto menuturkan, nilai penerbitan obligasi korporasi tahun depan tetap lebih tinggi daripada tahun 2024. Di tengah berbagai peluang dan tantangan yang ada, nilai jatuh tempo obligasi korporasi tahun depan memang lebih besar untuk kebutuhan modal kerja perusahaan.

Direktur Utama Pefindo, Irmawati Amran mengatakan, penerbitan surat utang korporasi di tahun depan bakal didorong oleh kebutuhan refinancing atau pembiayaan yang masih tinggi, pasca penerbitan masif surat utang tenor pendek di tahun 2024.

Pefindo memproyeksi, nilai penerbitan surat utang atau obligasi korporasi sekitar Rp 139 triliun – Rp 155 triliun, dengan titik tengah Rp 144 triliun di tahun 2025. Hal itu seiring nilai jatuh tempo obligasi korporasi tahun depan yang diperkirakan mencapai Rp 150,07 – Rp 156,66 triliun di 2025.

Baca Juga: Emiten Gencar Terbitkan Surat Utang di Akhir Tahun, Saham Ini Ini Layak Ditimbang

Estimasi nilai penerbitan tahun 2025 itu lebih tinggi jika dibandingkan tahun ini yang diproyeksi bisa mencapai Rp 146 triliun – Rp 151 triliun. 

Per November 2024, nilai penerbitan obligasi korporasi nasional tercatat sebesar Rp 130,18 triliun.

Irmawati menambahkan, suku bunga acuan yang lebih rendah sejalan dengan ekspektasi berlanjutnya pelanggaran kebijakan moneter turut berpotensi mendorong penerbitan obligasi korporasi tahun depan lebih tinggi. Perusahaan mungkin lebih berani menerbitkan surat utang karena biaya dana (cost of fund) turun seiring suku bunga berpotensi dipangkas.

"Premi diperkirakan relatif melandai juga menjadi peluang penerbitan obligasi korporasi tahun depan, seiring dengan leverage keuangan yang membaik akibat suku bunga yang relatif lebih rendah," ungkap Irmawati.

Namun, persaingan dari instrumen substitusi seperti SRBI dan SUN bisa saja membatasi penerbitan ataupun penyerapan obligasi korporasi. Hal itu karena suplai yang lebih banyak dari surat utang pemerintah mengurangi minat investor terhadap surat utang korporasi.

Obligasi korporasi juga bisa dihindari oleh investor utama yang cenderung mengurangi eksposur pada peringkat tertentu (kategori BBB) dan sektor tertentu. Penghindaran ini membuat risiko penerbitan dari peringkat dan sektor tersebut terbatasi atau lebih rendah.

Selanjutnya: Lazada 12.12 di Depan Mata, Cek Tips Berikut Maksimalkan Keuntungan Belanja Online

Menarik Dibaca: 4 Tips Kesehatan untuk Para Ibu agar Tetap Bugar, Terapkan ya Moms

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi