Pasokan uap panas bumi 140 MW terancam menguap



JAKARTA. Niatan Indonesia untuk memacu pemanfaatan uap panas bumi sebagai energi baru dan terbarukan menemui hambatan serius menyusul sulitnya pengembang untuk dapat menikmati harga jual yang wajar untuk kelanjutan investasi. PT Pertamina (Persero), melalui anak perusahaan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), berpotensi harus menghentikan pasokan uap untuk PLTP Kamojang 1, 2, dan 3 milik PT PLN (Persero) yang dikelola oleh PT Indonesia Power dengan total kapasitas pembangkitan 140 MW menyusul tidak adanya kesepakatan harga panas bumi di antara kedua perusahaan. Vice President Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro mengatakan negosiasi antara Pertamina dan PLN mengalami kebuntuan mengenai harga jual uap untuk ketiga pembangkit tersebut.

Menurut dia, Pertamina telah menawarkan agar kedua perusahaan dapat kembali memperpanjang interim agreement harga jual uap sambil melakukan negosiasi harga sesuai dengan ketentuan yang berlaku saat ini. “Namun, tidak ada kesepakatan yang dicapai kendati Pertamina telah memberikan penawaran paling lunak dengan perpanjangan interim agreement," terang Wianda melalui siaran tertulisnya, Rabu (6/1). Dan PLN kata Wianda, melalui suratnya 29 Desember 2015 justru menyampaikan permintaan kepada Pertamina untuk menutup sumur-sumur uap untuk PLTP Kamojang 1,2, dan 3.

"Kami telah menyampaikan kepada PLN untuk dapat kembali kepada interim agreement hingga akhir Januari 2016,” kata Wianda. Akan tetapi, lanjutnya, apabila hingga waktu yang diberikan tersebut PLN belum memberikan respons yang layak, maka per 1 Februari 2016, Pertamina terpaksa harus menghentikan pasokan uap panas bumi untuk pembangkit PLN. “Tentu saja hal ini sangat disayangkan apabila harus terjadi karena dapat menjadi preseden buruk bagi upaya memacu pengembangan panas bumi dan energi baru terbarukan di Indonesia.” tandasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan