Pasokan ungkit harga emiten logam



JAKARTA. Harga saham dua emiten tambang nikel melonjak tajam pekan lalu, akibat kenaikan harga logam industri ini. Selasa (27/9) lalu, harga saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) mencapai Rp 770 per saham, atau naik 19,4 %.

Sedang PT Vale Indonesia Tbk (INCO) mencapai Rp 2.970, naik 9,6% dalam sehari. Kenaikan harga saham ini disebabkan oleh harga nikel yang mencapai US$ 10.680 per ton, atau naik 1,4% hari sebelumnya.

Harga nikel dunia melonjak setelah Departemen Lingkungan dan Sumber Daya Alam Filipina mengadakan konferensi pers terkait penutupan tambang karena masalah lingkungan di negara tersebut.


Produksi nikel Filipina berkontribusi 25% dari produksi nikel global. Alhasil, penutupan tambang ini bisa mengganggu pasokan nikel dunia.

Gregorius Gary, analis Bahana Securities, mengatakan, penutupan tambang menyebabkan stok global bijih nikel merosot dengan cepat. Stok nikel turun 18% dari 442.000 ton pada Januari menjadi sekitar 362.000 ton saat ini. Yang diuntungkan dari lonjakan harga nikel jelas INCO.

Sharlita Malik, analis Samuel Sekuritas Indonesia, menilai, lonjakan harga nikel dunia memberi dampak positif terhadap INCO karena akan mempengaruhi kinerja. Namun, Sharlita melihat, INCO masih akan konservatif terkait hasil produksi. Artinya, harga nikel yang sedang naik ini tidak serta merta membuat INCO meningkatkan kapasitas produksi.

"INCO hanya akan melakukan efisiensi," kata Sharlita.

Sharlita melihat, penurunan pasokan nikel diprediksi akan menurunkan persediaan nikel di London Metal Exchange. Filipina merupakan salah satu sumber nikel pig iron (feronikel kelas rendah) dan sebagai eksportir utama ke China.

"Kami percaya defisit nikel di pasar global akan melebar. Hal ini membuat outlook harga nikel akan membaik pada semester kedua ini dan mulai recovery pada 2017," ujar Sharlita.

Gregorius memperkirakan, kondisi Filipina akan mendorong harga nikel global meningkat menjadi US$ 10.600 per ton tahun depan. Sehingga harga jual rata-rata nikel INCO akan meningkat menjadi US$ 8.300 per ton.

William Surya Wijaya, analis Asjaya Indosurya Securities, mengatakan, harga komoditas berpeluang membaik di tahun ini dan tahun depan. Karena itu, prospek emiten tambang seperti ANTM, INCO, dan PT Timah Tbk (TINS) masih cukup oke. Namun, harus diingat kondisi perekonomian global dan Indonesia juga akan mempengaruhi kinerja ketiga emiten tadi.

"Memang harga komoditas seperti CPO, nikel, dan minyak mengalami perbaikan tahun ini, sehingga bisa mendongkrak kinerja perusahaan," kata William.

William memilih saham ANTM karena memiliki hasil produksi yang beragam di luar emas. Sedangkan INCO hanya nikel dan TINS hanya timah.

Christian Saortua, analis Minna Padi Investama, juga melihat saham ANTM cukup menarik. Christian melihat, sentimen negatif bagi ANTM datang dari isu relaksasi ekspor mineral mentah. "Jika diimplementasikan, dikhawatirkan terjadi kekurangan pasokan untuk memenuhi kebutuhan smelter feronikel ANTM," jelas Christian.

Sedangkan Andy Wibowo Gunawan, analis Daewoo Securities, optimistis, harga timah global akan meningkat seiring dengan permintaan dari global. "Kami melihat potensi peningkatan pada kinerja keuangan TINS di semester kedua ini," kata Andy dalam riset.

Yang menarik dari TINS adalah diversifikasi ke bisnis hilir seperti timah solder, timah piringan, bahan kimia, dan bisnis lain yang menambah nilai dari produk timah. TINS mengharapkan bisnis hilir dapat memberi kontribusi sekitar 30% dari total pendapatan di 2017. dan JAKARTAKota. Paragraf 1. dengan penurunan lebih khususnya untuk Menurut William , serta permintaan nikel, tetap ada di yang ber Paragraf 2. Sub judul Paragraf selanjutnya Comment

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie