KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada Rabu (27/6) besok menjadi hari penting jalannya pesta demokrasi tanah air. Untuk kali ketiganya, pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak digelar setelah dua Pilkada serentak sebelumnya pada 2015 dan 2017. Sebanyak 171 daerah akan menggelar pemilihan dengan rincian 17 provinsi, 39 kota, dan 115 kabupaten. Adapun, pasangan yang akan bertarung mencapai 520 pasangan. Sebanyak 55 pasangan pada Pilkada provinsi, 344 pasangan pada pilkada bupati, dan 121 pasangan pada Pilkada wali kota. Sementara, total pemilih mencapai 152.058.452.
Dengan total anggaran yang pelaksanaan Pilkada 2018 mencapai Rp 12.294.977.045.327. Dengan rincian anggaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) Rp 11,9 triliun, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rp 2,9 triliun, dan pengaman TNI-Polri Rp 339,6 miliar. Panasnya persaingan pun Pilkada sudah terasa jauh-jauh hari. Maklum saja, Pilkada tahun ini bisa mempengaruhi peta pemilihan umum presiden (Pilpres) 2019 mendatang.
Sejumlah partai politik bersiap hitung-hitungan, apakah berani mengusung calon presiden (capres) sendiri atau memilih bergabung membangung koalisi? Isu netralitas Tak heran jika kebijakan pemerintah pusat yang bersinggungan dengan Pilkada selalu menjadi sorotan parpol. Tengok saja menyangkut penunjukan Jenderal Polisi menjadi Plt Gubernur. Asal tahu saja, Senin (18/6) Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo resmi melantik Komisaris Jenderal Polisi Mochamad Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat. Untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan Ahmad Heryawan. Isu netralitas aparat akhirnya kian mencuat. Terlebih, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terang-terangan mengungkapkan ketidaknetralan aparatur negara, yaitu Badan Intelijen Negara (BIN), TNI, dan Polri, dalam kontestasi pemilihan kepala daerah (Pilkada) di Indonesia. "Yang saya sampaikan bukan isapan jempol apalagi mendramatisir. Ini yang saya sampaikan cerita tentang oknum. Ini nyata kejadiannya, bukan hoaks," ucap SBY, saat konferensi pers kampanye akbar pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi, di Hotel Santika, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (23/6). SBY menyebutkan, selama dua periode memimpin negara ini, dirinya sangat mengenal soal ketiga lembaga yang dimaksud. Dia mensinyalir adanya oknum aparat TNI, Polri, dan BIN, yang ikut berpolitik dan ingin menggagalkan calon-calon yang diusung oleh Demokrat. Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Dewan Perwakilan (DPR) Fadli Zon yang menilai pengangkatan Jenderal Polisi selaku Plt Gubernur berpotensi memunculkan kembali dwifungsi TNI-Polri. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini menyatakan bahwa partainya akan menginisiasi Pansus Hak Angket Pati Polri sebagai Penjabat Gubernur. "Jangan kini pemerintah mengulang kesalahan dengan dwifungsi Polri," kata Fadli Zon. Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri langsung menjawab keraguan menyangkut netralitas aparat. Menurutnya, netralitas TNI-Polri, BIN itu adalah bersifat mutlak dalam penyelenggaraan Pemilu maupun Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah). “Ini sudah saya tegaskan untuk disampaikan ke jajaran yang ada di Polri, TNI dan BIN. Saya sampaikan kepada Kepala BIN, Kapolri dan kepada Panglima TNI,” tegas Jokowi menjawab wartawan usai meninjau Kompleks Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta, Senin (25/6) sore. Menurut Jokowi, soal netralitas ketiga lembaga itu tidak perlu ditanyakan lagi. Untuk itu, Jokowi mengajak masyarakat untuk bersama-sama mengawasi netralitas TNI, Polri, dan BIN. “Kalau dilihat ada tidak netral, silakan dilaporkan ke Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu). Jelas sekali saya kira,” ucapnya. Ketua Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Veri Junaidi menyebutkan isu netralitas menjadi titik paling krusial dalam penyelenggaraan pilkada serentak 2018. Sebab, menurut dia, isu netralitas berpotensi melibatkan lebih banyak orang ketimbang politik uang. "Sama-sama punya dampak besar dengan cara berbeda. Kalau politik uang direct kepada pemilih, tapi kalau netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) ini lebih ke kebijakan dan kelompok yang terorganisasi," katanya. Dari 17 provinsi yang menggelar Pilkada, empat provinsi yang menarik perhatian di antaranya adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara. Di mana, empat provinsi ini dikatakan bisa sedikit memberi gambaran hasil Pilpres 2019. Sebab, empat provinsi itu adalah lumbung suara potensial. Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR Jazuli Juwaini mengatakan, hasil Pilkada 2018 bisa jadi indikator untuk menghitung kekuatan politik saat Pilpres 2019. "Meski tidak 100% tapi minimal bisa menjadi salah satu indikator penting," jelasnya ke Kontan.co.id, Senin (25/5). Makanya dia menyebut, PKS tidak segan-segan untuk berhitung ulang jika kandidatnya di daerah-daerah kalah. Pasalnya, saat ini PKS masih menginginkan posisi calon wakil presiden (cawapres) mendampingi calon presiden (capres) dari Partai Gerindra yaitu Prabowo Subianto dalam Pilpres tahun depan. Seperti diketahui, hingga kini peta Pilpres 2019 masih mencuatkan dua nama kandidat kuat, yakni calon presiden petahanan Joko Widodo (Jokowi) dan Prabowo. Pilgub Sumatera Utara
Pasangan Calon | Indo Barometer | LSI |
Edy Rahmayadi Musa Rajekshah | 36,9% | 45,5% |
Djarot Saiful Hidayat Sihar Sitoru | 37,8% | 34,7% |
Pilgub Jawa Barat
Pasangan Calon | Litang Kompas | Charta Politika | Poltracking | Indikator Politik |
Ridwan Kamil UU Ruzhanul | 40,4% | 37,3% | 42% | 40,9% |
TB Hasanuddin Anton Charliyan | 4,1% | 7,8% | 5,5% | 2,7% |
Sudrajat Akhmad Syaikhu | 11,4% | 7,6% | 10,7% | 5,3% |
Deddy Mizwar Dedi Mulyadi | 39,1% | 34,5% | 35,2% | 35,6% |
Pilgub Jawa Tengah
Pasangan Calon | Litbang Kompas | Charta Politika | SMRC | Indikator Politik |
Ganjar Pranowo Taj Yasin | 76,4% | 70,5% | 70,1% | 72,4% |
Sudirman Said Ida Fauziyah | 15% | 13,6% | 22,6% | 21% |
Pilgub Jawa Timur
Pasangan Calon | Litbang Kompas | Charta Politika | Poltracking | Populi Center |
Khofifah Indar P Emil Dardak | 48,6% | 44,6% | 51,8% | 44% |
Saifullah Yusuf Puti Guntur Soekarno | 45,6% | 43,8% | 43,5% | 38,8% |
Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, para Capres pada saat ini sedang melakukan kalkulasi hasil Pilkada serentak 2018. Maklum, setelah Pilkada usai, maka proses Pilpres bakal mulai bergulir. "Baik Jokowi atau Prabowo sebetulnya sedang mengambil kuda-kuda atas hasil Pilkada ini," ujarnya. Pangi menilai, hasil Pilkada di daerah-daerah wilayah Pulau Jawa, baik provinsi maupun kabupaten/kota akan sangat krusial untuk menjadi kunci kemenangan para Capres di tahun depan. "Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur memang menjadi lumbung elektoral. Suara terbesar memang ada di sana," tambahnya. Oleh karena itu, menurutnya akan menjadi hal yang lumrah bagi siapa pun calon kepala daerah yang akan terpilih untuk membantu memenangkan capres dari partai yang ikut mengusungnya. Cermati para kandidatnya Kini tinggal suara ada di tangan Anda para pemilih. Pastikan Anda, terutama yang punya hak memilih untuk menyampaikan suaranya dan tentunya tidak golput. Terlebih, pemerintah telah memberikan keleluasaan waktu dengan menetapkan Hari Pilkada sebagai hari libur nasional. Meski kebijakan ini ditanggapi beragam terutama dari kalangan pebisnis yang mengaku produktivitas bisnis anjlok pada Juni ini. Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi ( Perludem) Titi Anggraini menyampaikan pesan kepada pemilih saat hari pemungutan untuk cermat memilih kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur sesuai dengan kebutuhan yang ada di daerahnya. “Sebelum memilih, kenali kebutuhan khasmu,” kata Titi dalam keterangan tertulisnya sebagaimana dikutip dari Kompas.com. Titi meminta pemilih untuk juga mencermati masalah yang ada di daeranya masing-masing. “Cermati masalah di daerahmu agar mengetahui apa yang harus dilakukan oleh kepala daerah selama lima tahun ke depan,” tutur dia. Setiap daerah, tutur dia, memiliki permasalahan khas, seperti kerusakan lingkungan hidup, tingginya angka kriminalitas, tingginya angka pernikahan anak, minimnya kesempatan kerja, dan lain-lain. Apalagi, kata Titi, dalam sistem desentralisasi saat ini Kepala Daerah bertugas untuk mempercepat pembangunan dan kesejahteraan di daerah. Titi juga menyampaikan, informasi kini sudah lebih terbuka sehingga masyarakat dapat mencari tahu visi, misi, program kerja, hingga latar belakang calon pemimpinnya agar tidak menyesal kemudian. “Agar tak memilih kucing dalam karung, kamu perlu membaca visi-misi dan program kerja para kandidat kepala daerah,” kata Titi. “Pastikan kepala daerahmu tak pernah terlibat kasus pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya,” Titi menambahkan. Selain itu, Titi meminta untuk pemilih menggunakan akal sehat dan kritis untuk mencari tahu kinerja dan konsistensi pemenuhan janji-janji calon kepala daerah tersebut. Berikutnya, kata Titi, perlu memastikan apakah telah terdaftar sebagai pemilih dengan mengecek status pendaftaran sebagai melalui website KPU
https://infopemilu.kpu.go.id/pilkada2018/pemilih/dpt/1/nasional. Titi juga mengingatkan kepada pemilih untuk mempersiapkan Form C6 (Surat Pemberitahuan Memilih) atau KTP Elektronik/Surat Keterangan (Suket) untuk dibawa saat hari pemungutan suara. “Jangan khawatir jika namamu tidak terdaftar di DPT, kamu masih bisa gunakan hak pilih. Caranya, datanglah ke TPS terdekat di tempat tinggalmu dan tunjukkan KTP Elektronik/Suket-mu kepada petugas KPPS. Kamu bisa mencoblos mulai pukul 12.00 sampai dengan 13.00 waktu setempat,” jelas Titi.
Terakhir, Titi mangajak masyarakat untuk ikut dalam pengawasan proses Pilkada 2018. “Kamu bisa berpartisipasi secara lebih bermakna untuk mewujudkan Pilkada yang jurdil (jujur dan adil) dan demokratis,” kata Titi. “Laporkan pelanggaran Pilkada yang kamu temui, seperti politik uang, adanya orang yang menggunakan hak pilih orang lain, intimidasi dan kecurangan dalam proses pungut-hitung di TPS kepada pengawas Pilkada terdekat di daerahmu,” sambung Titi. Meski terdengar klise, tapi bagaimana pun suara Anda bakal menentukan nasib masa depan daerah Anda. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto