Pasukan Internasional di Perbatasan Dua Korea Dipersenjatai Kembali



KONTAN.CO.ID - Pasukan internasional di bawah Komando Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNC) yang bertugas di perbatasan dua Korea kembali dipersenjatai pada hari Selasa (19/12). Langkah ini diambil menyusul timbulnya ketegangan baru pasca peluncuran rudal balistik antarbenua (ICBM) oleh Korea Utara pada hari Senin.

UNC, yang dipimpin AS, merupakan kekuatan militer multinasional dan mengawasi urusan di Zona Demiliterisasi (DMZ) yang dijaga ketat antara kedua Korea, yang secara teknis masih dalam keadaan perang.

Pasukan UNC yang dipersenjatai adalah mereka yang berjaga di sisi Korea Selatan dari desa gencatan senjata Panmunjom.


Baca Juga: Intip Kemampuan Hwasong-18, ICBM Korea Utara yang Baru Diuji Coba

Panmunjom secara resmi dikenal sebagai Kawasan Keamanan Bersama (JSA) dan selama beberapa tahun telah menjadi tujuan wisata populer. Kawasan ini juga menjadi tuan rumah perundingan antar-Korea dan tempat pasukan dari kedua belah pihak saling berhadapan.

Juru bicara UNC, Kolonel Isaac Taylor, mengatakan bahwa keputusan untuk mengizinkan pasukan UNC membawa senjata terjadi setelah tentara Korea Utara dari Tentara Rakyat Korea (KPA) melanjutkan postur keamanan bersenjata di wilayah tersebut.

Taylor juga menjelaskan bahwa langkah tersebut bertujuan untuk melindungi personel sipil dan militer di wilayah perbatasan.

Baca Juga: Korea Utara Tembak Rudal Jarak Pendek, Semenanjung Korea Memanas

"Tindakan ini dilakukan atas dasar kehati-hatian. UNC juga menginformasikan kepada pemerintah Korea Selatan dan KPA mengenai sikap mereka bahwa pelucutan senjata JSA akan lebih aman dan damai di Semenanjung Korea," kata Taylor, dikutip Reuters.

Di bawah pakta militer antar-Korea tahun 2018, kedua Korea sepakat untuk tidak mempersenjatai pasukan mereka di JSA. Namun, pasukan Korea Utara dilaporkan membawa senjata sejak November setelah sebagian perjanjian tersebut mulai diabaikan keduanya.

Korea Selatan bulan lalu juga menangguhkan sebagian perjanjian yang bertujuan untuk meredakan ketegangan di perbatasan sebagai protes atas peluncuran satelit mata-mata Korea Utara.

Sebagai balasan, Korea Utara membatalkan perjanjian tersebut dan berjanji untuk mengerahkan angkatan bersenjata yang lebih kuat dan senjata baru di perbatasan.