Pasukan paramiliter China berlatih di dekat perbatasan Hong Kong



KONTAN.CO.ID - SHENZHEN. Ratusan anggota polisi paramiliter China tampak melakukan latihan di sebuah kompleks stadion olahraga di Shenzhen, Kamis (15/8), yang berseberangan dengan Hong Kong. Latihan ini berlangsung di tengah aksi unjuk rasa pro-demokrasi di Hong Kong yang sudah bergulir 10 pekan terakhir.

Lebih dari 100 kendaraan paramiliter dengan warna gelap memenuhi tempat parkir stadion tersebut, termasuk truk, kendaraan pengangkut personel lapis baja, bus, dan jip. Setidaknya, ada dua kendaraan meriam air.

Baca Juga: Konvoi kendaraan militer China bergerak menuju perbatasan Hong Kong  


Stadion itu berada di sebelah kompleks pertokoan yang ramai pembeli. Dari celah stadion, wartawan Reuters sempat melihat pasukan berbaris dan mendengar suara teriakan juga pluit dari dalam fasilitas olahraga tersebut.

Sebagian pasukan yang berbaris menggunakan seragam lengkap, sedang lainnya memakai kaus hitam dan celana panjang kamuflase. Sementara lantai stadion tertutup dipenuhi matras dan ransel milik anggota polisi paramiliter China.

The Global Times, media milik Partai Komunis China, menyebutkan, kendaraan-kendaraan yang ada di Shenzen milik polisi paramiliter dan berkumpul untuk "latihan berskala besar." Hu Xijin, editor The Global Times, dalam akun Twitter-nya, menggambarkan keberadaan polisi paramiliter di Shenzen sebagai "peringatan yang jelas bagi perusuh di Hong Kong".

Baca Juga: Pendemo blokir fasilitas check-in, Bandara Hong Kong tangguhkan proses keberangkatan

Dalam pernyataan resmi, Rabu (14/8), Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat sangat prihatin dengan keberadaan pasukan polisi paramiliter China di dekat perbatasan  Hong Kong. Mereka juga mendesak Pemerintah Hong Kong untuk menghormati kebebasan berpendapat.

Tapi, para diplomat di Hong Kong percaya, pemimpin China sangat sadar bahwa mengirim pasukan ke Hong Kong akan menghancurkan kepercayaan dunia internasional terhadap mereka. Karena itu, "Truk-truk tidak akan masuk (ke Hong Kong)," kata seorang diplomat senior dari negara Barat kepada Reuters yang menolak namanya ditulis.

Editor: S.S. Kurniawan