Pay TV Daerah akan Kehilangan Konten Premium



JAKARTA. Kalau Anda adalah salah satu pelanggan televisi berbayar alias pay TV di daerah, sebaiknya Anda bersiap tidak bisa lagi menonton acara favorit Anda. Lima penyedia konten siaran yang merupakan penyedia lima channel premium sepakat tidak lagi memberikan lisensi siaran untuk pay TV daerah. Terhitung mulai 1 Oktober nanti, lima channel yaitu HBO, ESPN, STAR Sport, CartoonNetwork, dan National Geographic memutuskan mencabut hak redistribusi dari TELKOMVision. Selama ini televisi berbayar anak usaha PT Telkom Tbk itu memiliki wewenang memberikan sublisensi ke pay TV daerah. Dus, jika setelah 1 Oktober nanti masih ada pay TV daerah yang menayangkan konten dari lima channel itu, artinya statusnya ilegal. "Kami telah bertemu TELKOMVision dan mereka sendiri yang menyampaikan berita ini kepada kami," ujar Bimo Nugroho, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pada KONTAN, pekan lalu. Para penyedia konten premium itu menghentikan pasokan siaran ke televisi kabel daerah lantaran menilai banyak operator daerah yang membajak konten siaran. Banyak pay TV daerah yang menayangkan channel lain, di luar lima channel resmi tersebut. "Kenyataannya pay TV daerah menayangkan sampai belasan channel premium, itu bisa merusak industri pay TV," ujar Bimo. TELKOMVision membenarkan kabar tersebut. "Sebanyak 50 pay TV daerah yang selama ini menjalin kerjasama dengan TELKOMVision sudah tahu hal itu," tutur Direktur Pemasaran Konten TELKOMVision Bambang Lusmiadi . Hery Prasetyo, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha TV Kabel Indonesia (Aptekindo), yang selama ini menaungi pay TV daerah, menilai keputusan lima penyedia konten premium memutus distribusi konten memang beralasan. "Aksi pencurian siaran memang masih marak," ucap Hery. Hery pun mengaku kewalahan menertibkan siaran ilegal itu. "Akibatnya televisi kabel daerah yang berizin seperti kami ini ikut masuk blacklist," keluhnya. Hery bilang, penertiban terhadap operator televisi berbayar yang menyiarkan konten secara ilegal sulit dilakukan lantaran aturan hukumnya sendiri masih tidak jelas dan tidak tegas. Akhirnya, "Yang semula patuh pada aturan, lama-lama ikut menyiarkan lebih dari lima channel premium," tandas Hery. Seperti pernah ditulis KONTAN sebelumnya, penegakan aturan soal televisi berbayar di daerah masih kacau. Misalnya soal perizinan. Seharusnya, televisi berbayar daerah punya izin dari KPI Daerah (KPID). Tapi, ada beberapa televisi berbayar yang beroperasi dengan hanya mengantongi izin pemda, malah ada juga yang hanya izin RT/RW. Bambang bilang, penegakan hukum yang lemah ini juga yang membuat pihaknya tidak ngotot memperpanjang pasokan konten siaran bagi televisi berbayar daerah. "Selama regulasi belum jelas, kami tidak bisa memperpanjang kontrak," jelasnya. Ketua Asosiasi Penyelenggara Multimedia Indonesia Arya Mahendra Sinulingga menegaskan, masalah televisi berbayar daerah yang menyiarkan konten ilegal bisa diselesaikan dengan menegakkan aturan tentang Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB). "Jika semua sudah sah sebagai LPB, kontrol bisa lebih mudah," imbuh Arya. Aptekindo juga terus berusaha menertibkan operasional pay TV di daerah. "Kami masih dalam tahap edukasi agar pay TV mau mengurus legalisasi," kata Hery.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Dikky Setiawan