Payung hukum BPJS Ketenagakerjaan belum jelas



JAKARTA. Dua bulan menjelang implementasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, namun payung hukum dari kebijakan tersebut masih belum dikeluarkan pemerintah hingga saat ini. Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dari kebijakan tersebut masih dalam tahap harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM.

Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Chazali H Situmorang mengatakan, PP tersebut saat ini belum sampai di tangan Presiden. "Kemungkinan masih ada pihak yang menahan-nahan untuk RPP tersebut diajukan ke Sekretariat Negara," kata Chazali, Selasa (28/4).

Disinyalir, masih ada penolakan dari beberapa pihak terkait dengan biaya iuran program jaminan pensiun yang dipatok sebesar 8%. Catatan saja, iuran yang ditetapkan terebut telah disetujui oleh beberapa Kementerian dan Lembaga terkait seperti Kementerian Ketenagakerjaa (Kemnaker), DJSN, dan BPJS Ketenagakerjaan.


Chazali bilang, iuran jaminan pensiun sebesar 8% tersebut dinilai sudah moderat dan tidak memberatkan bagi pihak pemberi kerja dan pekerja. Dengan iuran sebesar itu, nantinya ketika pensiun pekerja masih mendapatkan pemasukan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari setidaknya Rp 1,2 juta-Rp 4 juta per bulan.

Sementara itu, Menteri Ketenagakerjaan Muhammad Hanif Dakhiri mengatakan, meski saat ini masih cukup banyak penolakan-penolakan dari beberapa pihak terkait dengan besaran iuran jaminan pensiun namun hingga saat ini pemerintah masih menggunakan angka 8%.

Senada dengan Chazali, Hanif berharap PP tersebut dapat segera diteken oleh Presiden sehingga implementasi BPJS Ketenagakerjaan dapat terealisasi tepat waktu yakni 1 Juli mendatang. "Kita pastikan RPP itu kelar dengan waktu secepat mungkin sehingga 1 Juli dapat diterapkan," kata Hanif.

Bila sesuai jadwal, maka per 1 Juli 2015 empat program yang dikeluarkan oleh BPJS akan beroperasi. Saat ini, sudah ada tiga program BPJS ketenagakerjaan yang telah beroperasi, yakni Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, dan Jaminan Hari Tua.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie