Payung hukum holding energi harus Undang-Undang



JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menginginkan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) menjadi entitas di bawah PT Pertamina. 

Namun, menurut DPR RI Hal tersebut tidak etis karena terlalu gegabah dan bisa menimbulkan kekisruhan.

Pasalnya, akuisisi saham tersebut hanya berpayung hukum Peraturan Pemerintah (PP) bukan melalui hukum yang kuat seperti Undang-Undang (UU).


Anggota DPR Komisi VII dari Fraksi Nasdem, Kurtubi menginginkan pembahasan revisi UU Migas terlebih dahulu diselesaikan sebelum pemerintah membentuk holding energi.

“Menurut saya rencana akuisisi tersebut terlalu gegabah. Pemerintah berencana mengeluarkan PP dan memang harusnya itu dilakukan dengan menyelesaikan revisi UU Migas terlebih dahulu,” terangnya melalui pernyataan tertulisnya kepada KONTAN, Senin (13/6).

Ia menjelaskan, rencana pencaplokan PGN oleh Pertamina memang didasarkan niat baik bagaimana menjadikan perusahan tanah air yang bergerak di bidang minyak dan gas (migas) menjadi besar. Namun, mekanismenya harus melalui DPR.

“PP tidak perlu melalui DPR, namun bagaimana konsep holding energi, itu yang perlu mendapatkan pandangan dan persetujuan DPR,” tuturnya.

Menurut Kurtubi, infrastruktur gas memang cukup besar dibutuhkan Indonesia. Oleh sebab itu, bagaimana PGN bisa membiayai dan mengerjakan proyek infrastruktur diperlukan kekuatan Pertamina.

“Namun jangan terburu-buru. Jangan sampai menimbulkan kekisruhan kedepannya melalui akuisisi ini,” tandasnya.

Senada dengan Kurtubi, Ketua Fraksi PDIP di DPR, Hendrawan Supratikno menyatakan dengan tegas langkah Kementerian BUMN ini tidak benar dan menyalahi UU.

“Tidak semudah itu mencaplok PGN. Itu melanggar UU 19/2003 tentang BUMN.  Tidak semudah yang dibayangkan karena ini sektor strategis,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan