Payung Hukum Penerbitan SBSN Telah Terbit



JAKARTA. Target pemerintah menerbitkan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) tahun ini sebesar Rp 14,6 triliun tampaknya bakal berjalan mulus. Pasalnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan payung hukum untuk penerbitan dan penjualan SBSN dengan cara lelang. Payung hukum dalam bentuk peraturan menteri keuangan (PMK) Nomor 11/PMK.08/2009 itu diberi tajuk Penerbitan dan Penjualan SBSN di Pasar Perdana Dalam Negeri Dengan Cara Lelang itu terbit dan mulai berlaku sejak 2 Febuari 2009. Lewat PMK yang merupakan turunan dari UU Nomor 19 Tahun 2008 tentang SBSN dan tindak lanjut penerbitan PP 56 Tahun 2009 tentang Perusahaan Penerbit SBSN tersebut pemerintah membuat aturan tentang syarat penerbitan dan penjualan SBSN dengan cara lelang. Direktur Jenderal Pengelolaan Hutang Rahmat Waluyanto mengaku, PMK 11/2009 tersebut memang di tetapkan dan mulai berlaku 2 Februari 2009 tapi baru selesai di buat salinannya dan didistribusikan 6 Februari 2009. Meski demikian, baru satu hari PMK itu didistribusikan sudah banyak bank yang meminta penjelasan langsung dari Departemen Keuangan bagaimana syaratnya mengikuti lelang tersebut. "Tapi secara formal belum ada yang mendaftar secara langsung," ujar Rahmat, Minggu (8/2). Salinan PMK 11/2009 yang dipegang KONTAN menyebutkan, penerbit SBSN adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan UU SBSN. Adapun lelang SBSN adalah penjualan SBSN yang diikuti peserta lelang, Bank Indonesia atau Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) baik dalam hal lelang SBSN jangka pendek maupun jangka panjang dengan cara mengajukan penawaran kompetitif atau nonkompetitif dalam periode waktu penawaran yang telah ditentukan dan diumumkan sebelumnya melalui sistem yang disediakan agen yang melaksanakan lelang SBSN. Yang melakukan lelang SBSN sendiri menurut ayat 1 Pasal 3 PMK 11/2009, menteri keuangan dapat menunjuk BI sebagai agen lelang untuk melaksanakan lelang SBN. Lebih lanjut, pembelian SBSN secara lelang di pasar perdana oleh pihak selain BI dan LPS dilakukan melalui peserta lelang. Adapun BI sendiri dapat membeli SBSN di pasar perdana hanya untuk SBSN jangka pendek. Itu pun dengan catatan, hanya untuk dan atas nama dirinya sendiri. Sedang LPS, dapat membeli SBSN di pasar perdana untuk SBSN jangka pendek maupun jangka panjang. Seperti catatan yang dikenakan kepada BI, LPS hanya berhak membeli SBSN hanya untuk dan atas nama dirinya sendiri. Nah untuk bank, perusahaan efek, dan anggota dealer utama yang berniat menjadi peserta lelang cukup mengajukan diri ke menteri keuangan. Persyaratan menjadi peserta lelang bertambah apabila bank selain anggota dealer utama ingin ikut dalam lelang SBSN tersebut. Syaratnya, memiliki izin usaha dari otoritas yang berwenang lalu memenuhi persyaratan kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) berdasarkan aturan BI dan menjadi peserta BI scripless securities settlement system (BI-SSSS). Syarat tambahan berbeda bagi perusahaan efek selain anggota dealer utama yang berniat jadi peserta lelang SBSN. Pertama, memiliki izin usaha yang masih berlaku dari otoritas di bidang pasar modal. kedua, memenuhi modal kerja bersih disesuaikan (MKBD) minimal rata-rata harian selama satu bulan terakhir Rp 200 miliar, dam menjadi peserta BI-SSSS. Sebelumnya diberitakan, aset pemerintah yang dijamin untuk penerbitan sukuk ritel SBSN total mencapai Rp18,2 triliun. Namun yang sudah digunakan sebesar Rp4,7 triliun sehingga masih tersisa aset Rp 13,6 triliun untuk menjadi agunan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: