KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerimaan perpajakan di daerah dinilai belum optimal, terutama penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB) perdesaan dan perkotaan (P2). Sejak hak pemungutan jenis pajak ini beralih ke pemerintah daerah, belum banyak yang mampu mengumpulkan penerimaan dengan maksimal. Direktur Eksekutif Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo memandang, potensi penerimaan PBB P2 sejatinya masih besar lantaran masih banyak aset di berbagai daerah yang belum tervaluasi atau tidak tervaluasi dengan tepat. “Jadi ada kebocoran administrasi karena objek-objek yang potensial tidak ter-capture,” tutur Prastowo kepada Kontan.co.id, Selasa (8/10). Lain cerita dengan kebanyakan negara maju. Menurut Prastowo, pengenaan pajak properti negara maju fokus pada valuasi dan hasil utilisasi aset. Itu sebabnya dia tak sepakat jika Bank Dunia membandingkan penerimaan PBB Indonesia dengan negara-negara G20 yang memiliki basis perhitungan pajak berbeda. Di sisi lain, konsep perhitungan pajak di luar negeri memang lebih adil lantaran semakin tinggi nilai ekonomi suatu aset, maka semakin besar pula tarif pajaknya.
PBB daerah rendah, CITA: Banyak potensi penerimaan tidak terpotret
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerimaan perpajakan di daerah dinilai belum optimal, terutama penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB) perdesaan dan perkotaan (P2). Sejak hak pemungutan jenis pajak ini beralih ke pemerintah daerah, belum banyak yang mampu mengumpulkan penerimaan dengan maksimal. Direktur Eksekutif Center of Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo memandang, potensi penerimaan PBB P2 sejatinya masih besar lantaran masih banyak aset di berbagai daerah yang belum tervaluasi atau tidak tervaluasi dengan tepat. “Jadi ada kebocoran administrasi karena objek-objek yang potensial tidak ter-capture,” tutur Prastowo kepada Kontan.co.id, Selasa (8/10). Lain cerita dengan kebanyakan negara maju. Menurut Prastowo, pengenaan pajak properti negara maju fokus pada valuasi dan hasil utilisasi aset. Itu sebabnya dia tak sepakat jika Bank Dunia membandingkan penerimaan PBB Indonesia dengan negara-negara G20 yang memiliki basis perhitungan pajak berbeda. Di sisi lain, konsep perhitungan pajak di luar negeri memang lebih adil lantaran semakin tinggi nilai ekonomi suatu aset, maka semakin besar pula tarif pajaknya.