PBB Menghentikan Pengiriman Bantuan Pangan ke Wilayah Yaman yang Dikuasai Houthi



KONTAN.CO.ID - Badan pangan PBB, World Food Programme (WFP), memutuskan untuk menghentikan pengiriman bantuan ke wilayah Yaman yang dikuasai Houthi. Langkah ini diambil salah satunya karena penurunan pendanaan.

Kepastian ini diumumkan WFP pada hari Selasa (5/12). Mereka mengatakan, hal itu terjadi setelah konsultasi dengan donor dan negosiasi selama lebih dari satu tahun gagal mencapai kesepakatan.

Mengutip Al Jazeera, kesepakatan yang dibicarakan terkait pengurangan jumlah orang yang membutuhkan bantuan menjadi 6,5 juta dari 9,5 juta.


Baca Juga: Sidang Korupsi PM Israel Benjamin Netanyahu Kembali Dilanjutkan

"Cadangan makanan di wilayah yang dikuasai Houthi saat ini hampir habis, bahkan jika ada persetujuan yang dicapai dalam waktu dekat, (pengiriman) bisa memakan waktu hingga empat bulan karena terganggunya rantai pasokan," kata WFP dalam pernyataannya.

Di saat yang sama, WFP memastikan bahwa distribusi makanan di wilayah yang dikuasai pemerintah di Yaman akan terus berlanjut, terutama kepada keluarga yang paling rentan.

Baca Juga: Laut Merah Kian Panas, Militan Houthi Terus Memburu Kapal Israel

Krisis Kemanusiaan Yaman

Yaman adalah negara termisikin di Semenanjung Arab. Negara ini juga menghadapi salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia.

Semua kemalangan itu dimulai sejak pecahnya perang Yaman antara pemerintah yang didukung Saudi dan pemberontak Houthi yang bersekutu dengan Iran tahun 2014.

Sejak saat itu, perang di negara berpenduduk 30 juta jiwa ini telah menyebabkan ratusan ribu kematian secara langsung atau tidak langsung dan jutaan orang mengungsi.

Baca Juga: Pejabat Keamanan Israel Bersumpah Akan Memburu Hamas yang Ada di Luar Negeri

PBB sempat berhasil mengatur gencatan senjata ada bulan April 2022. Sayangnya situasi tenang tidak bertahan lama dan masyarakat masih menderita karena berkurangnya bantuan kemanusiaan.

Tahun lalu pun WFP mengurangi jatah makanan di Yaman karena habisnya dana yang disebabkan oleh inflasi global yang meningkat setelah invasi Rusia ke Ukraina.