KONTAN.CO.ID - SHANGHAI. China mempertahankan suku bunga pinjaman acuan, sesuai ekspektasi para analis. Pelemahan yuan membatasi otoritas moneter melakukan pelonggaran lebih lanjut. Bank sentral China memilih menunggu dampak stimulus terhadap permintaan kredit. Data
Reuters menunjukkan, pemulihan ekonomi di negara terbesar kedua dunia ini belum merata. Ini nampak dari hasil industri dan penjualan ritel yang secara mengejutkan mengalami peningkatan. Tapi, deflasi masih mengancam. Ini karena pasar properti sedang tertekan dan masih sulit bangkit dalam waktu dekat.
Baca Juga: Sentimen Global Dominan, Simak Proyeksi Pergerakan Rupiah Senin (20/11) Hari Ini People Bank of China (PBOC) mempertahankan bunga kredit acuan alias loan prime rate (LPR) satu tahun di 3,45%. Bunga acuan lima tahun juga bertahan 4,2%. Meski perekonomian masih memerlukan lebih banyak stimulus kebijakan, PBOC menilai peningkatan pelonggaran moneter akan menambah tekanan pada mata uang China.
Masih bisa turun
Pekan lalu, bank sentral China juga mempertahankan tingkat bunga antarbank jangka menengah. Pelaku pasar biasanya melihat perubahan suku bunga medium-term lending facility (MLF) sebagai awal penyesuaian LPR.
Baca Juga: Saham-saham Asia Melonjak Seiring Surutnya Inflasi AS dan Data China yang Mengejutkan PBOC juga telah menyuntikkan 1,45 triliun yuan dalam bentuk pinjaman MLF satu tahun ke sistem perbankan minggu lalu. "Pembuat kebijakan perlu lebih banyak waktu untuk mengakses dampak penyesuaian harga kontrak hipotek yang ada, sebelum melakukan perubahan lebih lanjut terhadap suku bunga acuan," terang Julian Evans-Pritchard, Kepala Ekonomi Capital Economics, seperti dikutip Reuters, kemarin.
Tapi melemahnya ekonomi dan berbaliknya tekanan terhadap yuan bisa membuat suku bunga turun. "Kami pikir penurunan suku bunga akan terjadi dalam waktu dekat,” kata Pritchard. Dia memperkirakan suku bunga China akan turun 20 basis poin pada kuartal I tahun depan. Buat perbandingan saja, banyak bank sentral di dunia sudah mulai mengindikasikan pelonggaran moneter. Namun China masih sulit melonggarkan kebijakan moneter karena penurunan suku bunga justru bisa memperlebar kesenjangan yield antara obligasi China dan US treasury. Bila ini terjadi, ada risiko yuan mengalami depresiasi dan modal asing keluar. Namun, yuan saat ini sudah sedikit menguat setelah melemah di sepanjang tahun ini.
Baca Juga: Surplus Neraca Perdagangan Oktober 2023 Mungkin Menyusut Editor: Avanty Nurdiana