PDAM akan diberi kemudahan utang, ini rinciannya



Jakarta. Pemerintah akan memberikan kemudahan bagi Perusahaan Air Minum (PDAM) sehat untuk utang ke perbankan guna membiayai pengembangan sistem penyediaan air minum masyarakat.

Kemudahan utang tersebut akan dilakukan dengan merevisi Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2009 tentang Pemberian Jaminan dan Subsidi Bunga oleh Pemerintah Pusat dalam Rangka Percepatan Penyediaan Air Minum.

M. Natsir, Direktur Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengatakan, ada beberapa poin penting yang akan dimasukkan ke dalam perubahan perpres tersebut. Poin pertama, pemberian batas waktu proses pencairan utang.


Natsir mengatakan, patokan waktu tersebut dibuat dengan mempertimbangkan proses pencairan utang PDAM ke perbankan pada periode 2009- 2014 lalu. Saat itu, tawaran kredit perbankan untuk PDAM mencapai Rp 4,4 triliun. Tapi, karena proses lamban, kredit yang terserap hanya Rp 360 miliar.

"Jadi sekarang akan dipatok, bila syarat sudah lengkap, ya dalam beberapa waktu harus segera diberikan sehingga bisa terprediksi kapan itu bisa dimanfaatkan, tidak seperti dulu," katanya di Jakarta Senin (17/10) tanpa mau menyebut batas waktu yang akan dimasukkan ke dalam revisi perpres tersebut.

Poin lain yang akan direvisi, menyangkut penjaminan. Bila utang PDAM mengalami gagal bayar, maka 70% dari hutang pokok akan ditanggung atau ditalangi pemerintah pusat terlebih dahulu. Itu, berbeda dari Perpes No. 29 Tahun 2009.

Dalam perpres tersebut, bila PDAM gagal bayar, pemerintah pusat menanggung 70% dari utang pokok maupun non pokok. Untuk mencegah terjadinya gagal bayar utang oleh PDAM, Natsir mengatakan, pemerintah juga akan menaikkan risiko perbankan.

Bila dulu, ketika PDAM gagal bayar, bank hanya diminta untuk menanggung 30% dari utang pokok dan non pokok PDAM yang gagal bayar, melalui revisi ini, mereka juga akan diminta menanggung 70% utang non pokok PDAM yang gagal bayar. Natsir mengatakan, kemudahan PDAM untuk mendapatkan kredit perbankan tersebut diberikan karena besarnya anggaran yang diperlukan untuk pengembangan sistem penyediaan air minum.

Berdasarkan data Ditjen Cipta Karya, kebutuhan anggaran untuk meningkatkan akses air minum sampai 100% pada 2019 mendatang dibutuhkan anggaran Rp 253 triliun. Tapi dari total kebutuhan tersebut, APBN melalui anggaran di Kementerian PUPR hanya mampu berkontribusi 20% atau Rp 52,08 triliun saja.

APBD yang dalam target pemerintah diharapkan bisa mendanai penyelenggaraan sistem penyediaan air minum sebesar Rp 120 triliun selama lima tahun, sampai saat ini masih belum bisa diharapkan.

Komitmen pemerintah daerah untuk mendanai sistem penyediaan air minum kurang dari 10% dari total APBD. "Jadi memang masih kurang," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto