JAKARTA. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) telah menghitung matang risiko pencapresan Joko Widodo alias Jokowi, termasuk status kepala daerah, Gubernur DKI Jakarta. Wakil Sekretaris Jenderal PDIP, Ahmad Basarah mengakui ada dua pasal dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden, yang mengatur kepala daerah yang maju dalam pilpres. Pasal 6 UU Pilpres tersebut mengatur, seorang kepala daerah yang ingin mencalonkan diri harus mengundurkan diri. Sementara, Pasal 7 UU Pilpres mengatur kepala daerah yang mencalonkan diri hanya perlu meminta izin presiden.
Dari pilihan itu, kemungkinan besar Jokowi akan mengundurkan diri dari jabatan Gubernur DKI Jakarta. "Kemungkinan besar jalan yang akan dipilih oleh Pak Jokowi dan PDI Perjuangan adalah mengundurkan diri dari jabatan Gubernur DKI. Dan itu sah menurut undang-undang," kata Basarah di Silang Monas, Jakarta, Sabtu (15/3). Ia menegaskan, meski begitu, tidak ada satu pun pasal atau norma hukum yang dilanggar dalam pencapresan Jokowi ini kendati nantinya melepaskan amanat jabatan gubernur yang baru setahun dilaksanakannya. "Tidak ada satu pun pasal yang dilanggar ketika memustuskan Jokowi sebagai capres," tegasnya. Pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Zaki Mubarak sempat memberikan penilaian. Bahwa secara etika, Jokowi harus mundur dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta apabila PDIP menetapkannya sebagai capres. "Etika publik tentu tidak menghendaki seorang kepala daerah 'bermain dadu' merebut jabatan lain sebelum pengabdiannya selesai," kata Zaki.
Menurut Zaki, dalam konteks moralitas atau etika publik, seorang kepala daerah dituntut untuk menjalankan tugas dan kewajiban selama lima tahun. Namun, persoalannya saat ini dalam politik Indonesia, moralitas sering kali bertabrakan dengan aturan hukum. "Aturan hukum masih diskriminatif. Bagi PNS (Pegawai Negeri Sipil) ketika maju sebagai caleg harus mengundurkan diri. Tapi bagi anggota DPRD atau kepala daerah yang maju tidak berlaku aturan harus mundur," tuturnya. Menurutnya, bila Jokowi tidak mundur sebagai gubernur, maka tindakannya memang tidak melanggar hukum. Namun, hal itu menabrak etika karena melanggar sumpah jabatan. Selain itu, posisinya sebagai gubernur juga berpotensi disalahgunakan. Ia menambahkan, jika Jokowi bersikeras tidak mau melepaskan jabatannya, Jokowi juga mengalami kerugian besar dari segi legitimasi memerintah DKI Jakart. "Apabila kalah dalam pemilihan presiden, Pak Jokowi bisa kembali sebagai gubernur. Tapi di mata publik, Pak Jokowi sudah kehilangan legitimasi moral," ujarnya. (Abdul Qodir) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Hendra Gunawan