JAKARTA. Tingginya harga pajak ekspor (PE) crude palm oil (CPO) rupanya membuat para produsen menghentikan kegiatan ekspor. Produsen ini akan melakukan ekspor jika PE kembali ketitik terendah, yakni 15%. Akmal Hasibuan Ketua Umum Gabungan Asosiasi Produsen Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengatakan pada tahun ini PE CPO sebesar 20%. Menurut Akmal, PE ini dinilainya sangat tinggi sehingga memangkas pendapatan mereka. "Kalau harga naik PE naik, keuntungan kita akan selalu tetap," katanya, akhir pekan lalu. Apalagi, saat ini harga CPO dipasar internasional berangsur-angsur kembali turun sehingga membuat para produsen kembali mendapatkan keuntungan yang sangat tipis. Sehingga, para produsen CPO memilih menghentikan kegiatan ekspornya. "Ini jalan terbaik yang dipilih," tegasnya. Menurutnya, para produsen CPO akan kembali melakukan ekspor jika PE kembali kepada titik terendah yakni 15% dan harga kembali naik. Masalahnya, jika tetap melakukan ekspor maka keuntungan yang didapat akan kembali tipis. Namun, ia mengatakan kebijakan ini tidak semua diambil oleh anggotanya. "Semua tergantung kebijakan perusahaan masing-masing karena ada yang telah terikat kontrak," tandasnya. Akmal bilang bahwa saat ini PE ditentukan berdasarkan harga CPO pada bulan sebelumnya dipasar internasional. Sehingga, PE ini seringkali tidak sesuai dengan harga CPO yang berlaku saat ini. Oleh karena itu, ia seringkali melakukan negosiasi dengan Departemen Perdagangan (Depdag) agar merevisi aturan PE. Hebatnya, Depdag telah menyetujui usulan revisi tersebut. Sayangnya, Depdag belum mau mengatakan hasil revisinya. Namun, Akmal mengharapkan agar PE CPO tidak langsung naik berdasarkan harga CPO. Namun, kenaikan harga PE itu didasarkan pada penghitungan kenaikannya saja. "Kalau naik US$ 10 maka hitungannya 5% dari kenaikan saja bukan berdasarkan kenaikan secara keseluruhan," tandasnya. Ambono Janurianto, Direktur Utama PT Bakrie Sumatera Plantation membenarkan jika ada produsen yang menghentikan sementara. Namun, perusahaan yang dipimpinnya selalu melihat cara yang paling bagus untuk mengekspor CPO. "Kita kan butuh revenue dan cash flow," tuturnya. Cara terbaik yang ditempuhnya adalah melihat harga terbaik yang ada dipasar internasional. Namun, jika harga internasional kurang baik namun pasokan CPO nya berlebih ia tetap akan mengekspornya. Ambono mengatakan buat apa ia menghentikan ekspor jika pasokan CPO perusahaannya berlebih.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
PE 20% Produsen Hentikan Ekspor CPO
JAKARTA. Tingginya harga pajak ekspor (PE) crude palm oil (CPO) rupanya membuat para produsen menghentikan kegiatan ekspor. Produsen ini akan melakukan ekspor jika PE kembali ketitik terendah, yakni 15%. Akmal Hasibuan Ketua Umum Gabungan Asosiasi Produsen Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengatakan pada tahun ini PE CPO sebesar 20%. Menurut Akmal, PE ini dinilainya sangat tinggi sehingga memangkas pendapatan mereka. "Kalau harga naik PE naik, keuntungan kita akan selalu tetap," katanya, akhir pekan lalu. Apalagi, saat ini harga CPO dipasar internasional berangsur-angsur kembali turun sehingga membuat para produsen kembali mendapatkan keuntungan yang sangat tipis. Sehingga, para produsen CPO memilih menghentikan kegiatan ekspornya. "Ini jalan terbaik yang dipilih," tegasnya. Menurutnya, para produsen CPO akan kembali melakukan ekspor jika PE kembali kepada titik terendah yakni 15% dan harga kembali naik. Masalahnya, jika tetap melakukan ekspor maka keuntungan yang didapat akan kembali tipis. Namun, ia mengatakan kebijakan ini tidak semua diambil oleh anggotanya. "Semua tergantung kebijakan perusahaan masing-masing karena ada yang telah terikat kontrak," tandasnya. Akmal bilang bahwa saat ini PE ditentukan berdasarkan harga CPO pada bulan sebelumnya dipasar internasional. Sehingga, PE ini seringkali tidak sesuai dengan harga CPO yang berlaku saat ini. Oleh karena itu, ia seringkali melakukan negosiasi dengan Departemen Perdagangan (Depdag) agar merevisi aturan PE. Hebatnya, Depdag telah menyetujui usulan revisi tersebut. Sayangnya, Depdag belum mau mengatakan hasil revisinya. Namun, Akmal mengharapkan agar PE CPO tidak langsung naik berdasarkan harga CPO. Namun, kenaikan harga PE itu didasarkan pada penghitungan kenaikannya saja. "Kalau naik US$ 10 maka hitungannya 5% dari kenaikan saja bukan berdasarkan kenaikan secara keseluruhan," tandasnya. Ambono Janurianto, Direktur Utama PT Bakrie Sumatera Plantation membenarkan jika ada produsen yang menghentikan sementara. Namun, perusahaan yang dipimpinnya selalu melihat cara yang paling bagus untuk mengekspor CPO. "Kita kan butuh revenue dan cash flow," tuturnya. Cara terbaik yang ditempuhnya adalah melihat harga terbaik yang ada dipasar internasional. Namun, jika harga internasional kurang baik namun pasokan CPO nya berlebih ia tetap akan mengekspornya. Ambono mengatakan buat apa ia menghentikan ekspor jika pasokan CPO perusahaannya berlebih.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News