JAKARTA. Kenaikan harga gas yang dinilai kelewat tinggi oleh kalangan industri pengguna gas membuat Kementerian Perindustrian (Kemperin) bakal memfasilitasi keinginan industri untuk membahas harga gas bagi industri. Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kemperin Panggah Susanto menyatakan akan menjembatani negosiasi harga gas antara PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) dengan industri. "Kemperin akan memfasilitasi negosiasi harga dan pasokan ini," ujarnya, kemarin. Panggah menyatakan kenaikan harga gas hingga 55% terlalu mendadak. Imbasnya adalah kalangan industri banyak yang belum siap dengan kondisi ini.
PGN mulai 1 Mei lalu sudah menaikkan harga jual gas industri. Dari sekitar US$ 6,8 per milion british thermal units (mmbtu) menjadi US$ 10,12 mmbtu. Langkah Kemperin ini jelas angin segar bagi kalangan industri. Menurut Yustinus Gunawan, Kepala Unit Kaca Pengaman Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) bilang seharusnya PGN mulai memberitahukan rencana kenaikan harga gas minimal enam bulan sebelumnya. Sehingga mereka bisa menentukan langkah bisnis yang tepat agar marjin keuntungan tidak habis terkuras untuk belanja energi. Naik bertahap Di sisi lain, mereka tidak mungkin menghentikan sementara produksi. "Kami tidak mungkin membatalkan pesanan karena sudah ada perjanjian kontrak jauh-jauh hari," ungkapnya. Seharusnya kenaikan gas bisa dilakukan secara bertahap setiap tiga bulan. Dengan besaran kenaikan misalnya 5% per tahap. Sehingga untuk tahap pertama kenaikan harga gas cukup sebesar US$ 7,2 mmbtu dan tahap berikutnya menjadi US$ 7,5 mmbtu. Begitu seterusnya. Namun Yustinus mengaku belum mengetahui harga gas yang pas bagi industri. Yang pasti, kenaikan secara bertahap sangat membantu nafas kalangan industri. Ketidaksiapan juga terjadi di industri petrokimia. Menurut Fajar Budiyono, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas), selain ada keinginan kenaikan harga gas secara bertahap, ternyata ada juga anggota Inaplas yang belum siap dengan kenaikan harga gas ini. "Untuk itu kami harus konsolidasi kembali sebelum melakukan negosiasi harga gas ini," kata Fajar.
Belum lagi soal pasokan gas bagi industri bijih plastik ini. Dari kebutuhan gas Inaplas yang sebesar 800 mmcfd (millions of cubic feet per day) baru terpenuhi 600 mmcfd.Achmad Safiun, Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) berharap aturan soal harga gas yang berlaku surut ini tidak usah diberlakukan. "Ketentuan berlaku surut ini memberatkan industri sehingga sebaiknya dihilangkan," kata Achmad. Dia bilang, pelaku industri tidak terlalu mempermasalahkan harga jual yang mencapai US$ 10,2 per mmbtu. Asalkan pasokan gas untuk industri segera dipenuhi. Pasalnya dia bilang kebutuhan gas industri baru terpenuhi sebesar 60%. "Penuhi dulu pasokan gasnya, kalau tidak derita industri jadi double," lanjutnya. Pelaku industri keramik belum mau berkomentar banyak soal harga gas yang cocok. Achmad Wijaya Ketua Umum Asosiasi Industri Aneka Keramik Indonesia (Asaki) bilang pihaknya tentu mengharapkan kenaikan harga gas ini tidak jadi terlaksana walau sulit terjadi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini