Pebisnis Tekstil Minta Seluruh Pihak Dukung Upaya Pengendalian Impor dari Pemerintah



KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Masih menyoroti Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 36 2023 yang berubah menjadi Permendag No. 3 Tahun 2024, seluruh stakeholder pertekstilan terus menyatakan dukungannya kepada pemerintah. 

Hal ini kembali disampaikan Ketua Umum Asosiasi Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta yang menyatakan bahwa meskipun belum secara signifikan meningkatkan kinerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT), namun trennya mulai positif.

“Ini masih berproses, peningkatan order sudah ada di sektor hilir khususnya IKM garmen konveksi. Kami proyeksikan peningkatan kinerja di sektor antara sekitar 2-3 bulan ke depan dan peningkatan kinerja di sektor hulu 3-4 bulan ke depan,” ungkapnya dalam keterangan resmi yang diterima Kontan, Kamis (11/4). 


Baca Juga: Kinerja Industri Tekstil Menunjukkan Tren Pemulihan

Selain itu, dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) No. 5 tahun 2024 sebagai peraturan teknis dari Permendag tersebut, Redma yakin impor akan lebih terkendali. “Kami harap akhir tahun ini kinerja industri TPT kembali pada track positif,” tegasnya.

Redma pun meminta agar semua pihak ikut mendukung kebijakan yang pro industri padat karya yang pada ujungnya mendorong perekonomian nasional. Hal ini menyoroti protes yang dilakukan beberapa kalangan importir baik peritel maupun pelaku jasa titip (jastip) hingga yang terakhir protes dari Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) yang barangnya tertahan.

Redma menyatakan agar para importir secara tertib mengikuti aturan ini dengan membayar segala ketentuan perpajakan dan ketentuan terkait ijin impornya. Lebih lanjut, Redma mengimbau agar para pelaku impor lebih nasionalis untuk mendukung pemerintah dalam menggerakkan perekonomian nasional melalui optimalisasi kinerja industri padat karya. 

Sama halnya dengan barang-barang yang dibawa oleh Pekerja Migran Indonesia (PMI), Redma mengimbau jika PMI ingin berbisnis barang impor, maka mereka harus mengikuti aturan yang berlaku.

“Bukannya mencurigai para pekerja migran, kami menghormati PMI sebagai pahlawan devisa. Tapi jika ingin berbisnis di sektor lain ya harus ikut aturan, karena di sini juga ada sektor industri lain di mana pemerintah memerlukannya untuk penyerapan tenaga kerja," tutur dia. 

Lebih lanjut, Redma juga mengharapkan agar PMI lebih nasionalis dengan membelanjakan hasil devisanya untuk barang-barang lokal sebagai oleh-oleh bagi keluarganya. “Karena di sini ada saudara, kerabat atau tetangganya yang juga memerlukan pekerjaan di sektor TPT untuk menyambung hidup. Jadi kita di sini semua hidup berdampingan dan saling menopang” jelasnya.

Baca Juga: Sejumlah Pelaku Industri Keberatan dengan Rencana Kenaikan PPN Jadi 12%

Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa menyatakan bahwa permasalahan industri tekstil dan produk tekstil sudah terjadi sejak akhir 2022 di mana utilisasi produksi turun hingga di bawah 50% sehingga banyak karyawan yang dirumahkan sebagai akibat dari banjirnya produk impor yang berkompetisi secara tidak sehat di pasar domestik. 

Jemmy menambahkan, Permenperin No. 5 tahun 2024 tentang Tata Cara Penerbitan Pertimbangan Teknis Impor Tekstil, Produk Tekstil, Tas, dan Alas Kaki ini sejalan dan sinergis dengan Permendag No. 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.

API optimis bahwa implementasi dari dua peraturan ini adalah kombinasi yang baik yang menunjukkan perhatian pemerintah terhadap industri padat karya di Indonesia. 

“Aturan aturan yang sinergis seperti yang dikeluarkan oleh Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan ini perlu didukung dan didorong oleh para pelaku industri, Sehingga misi penguatan industri padat karya di Indonesia bisa benar-benar terwujud dalam waktu yang cepat,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .