Pebisnis yang Mau Pasang Iklan, Open Internet Jangkau 190 Juta Masyarakat Indonesia



MOMSMONEY.ID - Buat para pelaku usaha yang mau memasang pariwara, open internet menarik perhatian terhadap iklan yang lebih baik di antara masyarakat Indonesia, lo.

Data terbaru dari laporan riset Gateway to the Open Internet yang diluncurkan The Trade Desk dan Kantar, menunjukkan, lebih dari 190 juta masyarakat Indonesia beralih ke open internet atau internet terbuka untuk mencari hiburan, berita, dan informasi umum.

Open internet terdiri dari saluran-saluran seperti over the top (OTT) dan connected TV (CTV), streaming musik, berita dan situs web, serta game daring.


Riset ini mengindikasikan, masyarakat Indonesia yang melek digital kian mengubah kebiasaan konsumsi media mereka. 

Yakni, lebih condong menikmati konten premium yang diproduksi secara profesional di saluran-saluran seperti OTT/CTV dan streaming musik dibanding  platform user-generated content (UGC).

"Open internet menghadirkan kesempatan bagi para pemasar yang mencari alternatif dari platform UGC," ungkap Purnomo Kristanto, General Manager, Indonesia, The Trade Desk, dalam keterangan tertulis Kamis (27/4).

Purnomo bilang, hal ini adalah alternatif yang memiliki skala, presisi, dan nilai, di mana brand mampu mendapatkan pengukuran yang objektif berdasarkan data bagi kampanye iklan mereka.

Konten Korea dan lokal premium mendorong pertumbuhan OTT streaming. Platform OTT adalah bentuk hiburan umum, di mana masyarakat mengakses tayangan favorit mereka di berbagai perangkat kapan pun di mana pun.

Baca Juga: 4 Cara Dokter Palsu Ahn Young Sook Menipu Para Pasien di Drakor Taxi Driver 2

Seiring dengan perubahan pola konsumsi masyarakat Indonesia ke OTT untuk menikmati konten premium yang diproduksi secara profesional, OTT kini menjadi salah satu saluran open internet yang tumbuh dengan sangat cepat.

"Data menunjukkan, 25 persen masyarakat Indonesia memperkirakan penggunaan OTT/CTV mereka akan meningkat secara signifikan dalam enam bulan ke depan," ungkap Purnomo.

K-wave (Korean wave) memimpin preferensi penonton di OTT dengan tiga dari lima masyarakat Indonesia. K-drama dan K-pop sebagai dua genre konten yang paling digemari.

Di antara yang mengonsumsi konten Korea, mereka akan mengakses OTT/CTV tiga kali lebih banyak untuk menyaksikan konten tersebut dibandingkan dengan platform UGC.

"Dan, di antara saluran open internet lainnya, OTT/CTV adalah tempat masyarakat Indonesia mengikuti serta menyaksikan konten selebriti dan influencer lokal," sebut Purnomo.

Dalam riset Trade Desk juga tampak, audiens muda seperti Gen Z (16 – 24 tahun) dan milenial muda (25 – 34 tahun) mengandalkan OTT untuk mendapatkan konten premium, lebih dari generasi lainnya.

Kelompok usia ini menjadi salah satu yang paling didambakan pengiklan karena mereka berada dalam fase hidup di mana mereka mulai membangun loyalitas merek jangka panjang. Dan, mereka cenderung menjadi trendsetter bagi semua kalangan usia.

Minat konsumen atas konten Korea dan lokal premium yang terus bertumbuh menjadikan OTT dan streaming musik saluran iklan yang efektif bagi para pengiklan.

Baca Juga: A Tourist's Guide To Love Masuk Top 10 Film di Netflix, Simak Sinopsis Film Ini

Faktanya, perempuan mendengarkan lebih banyak musik di platform streaming musik yang mendukung iklan dibanding laki-laki.

Riset ini juga menunjukkan, masyarakat Indonesia tidak hanya lebih mudah menerima iklan di saluran-saluran premium tersebut, mereka juga menganggap brand yang beriklan di OTT dapat dipercayai.

Sebanyak 67% masyarakat Indonesia cenderung mempercayai brand yang beriklan di OTT/CTV dibandingan dengan platform UGC.

Data juga menyoroti pengguna yang lebih cenderung melakukan multitasking dan kurang menerima iklan ketika mereka menggunakan media sosial. Faktanya, 17% masyarakat Indonesia mungkin melewati iklan di platform UGC dibanding iklan di OTT.

Di sisi lain, lingkungan konten premium mendorong brand recall yang lebih kuat, terutama pada perempuan yang 16% lebih berkemungkinan untuk mengingat brand yang beriklan di saluran-saluran tersebut ketimbang platform UGC.

"Ketika platform UGC seperti media sosial mungkin saja mendapatkan jangkauan yang luas, studi ini menunjukkan, masyarakat Indonesia di platform tersebut cenderung lebih tidak terpapar (less engaged)," sebut Purnomo.

"Riset terbaru ini menunjukkan open internet menarik perhatian terhadap iklan yang lebih baik di antara masyarakat Indonesia, selain juga menghasilkan jangkauan dengan dampak lebih baik," imbuh dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Jane Aprilyani