Pedagang pakaian bekas impor protes!



JAKARTA. Pedagang pakaian impor bekas di Pasar Senen Blok II, Jakarta Pusat, terancam kehilangan mata pencarian jika Kementerian Perdagangan merealisasikan larangan penjualan pakaian impor bekas.

"Kalau jadi dihilangkan pasti banyak yang menganggur. Kami pedagang kecil, modal kecil. Makannya dari sini doang. Mau cari ke mana lagi," kata Toni (21), pedagang di lantai 3 Pasar Senen Blok II, Selasa (3/2).

Di Pasar Senen, Toni menyewa kios Rp 700.000 per bulan. Di situ dia menjual jaket dan celana panjang dewasa. Harga per bal pakaian bekas impor itu Rp 3 juta hingga Rp 5 juta. "Kalau satuan, jaket yang masih bagus bisa Rp 70.000-an," kata dia.


Pedagang lainnya, Aldo (32), mengeluhkan hal serupa. "Kalau dilarang mau dagang apa? Kalau alasan banyak penyakit, dari dulu mestinya banyak yang kena dong. Buktinya sehat-sehat saja," ujar Aldo.

Warga Kelurahan Galur, Senen, Jakarta Pusat, itu mengatakan, dulu zaman Presiden Megawati Soekarnoputri, pakaian bekas impor juga sempat dilarang. "Dulu sampai dibakar-bakarin, tapi sampai sekarang jalan terus. Kami demo ke kementerian, waktu menterinya masih Rini Suwandi," tutur Aldo.

Aldo mengaku berdagang pakaian bekas impor sejak tamat dari STM. Dulu dia berjualan di tepi jalan. Dia baru pindah ke lantai 3 Blok II Pasar Senen tahun 2007. Dia membeli pakaian bekas impor itu dalam satuan bal dari pengepul. Pakaian bekas dari Jepang seharga Rp 4 juta, sementara dari Korea sekitar Rp 3 juta per bal.

"Saya jual celana dan baju anak Rp 20.000, ada juga yang diobral Rp 10.000-an. Sekarang lagi sepi karena hujan. Hari Minggu biasanya ramai," lanjut Aldo.

Disinggung soal ancaman pidana bagi pedagang yang masih tetap menjual pakaian bekas impor, Aldo menyebutnya sudah keterlaluan.

"Kalau dipidana parah, apa kami ini pencuri. Bakal banyak dong yang kena. Kalau benar mau, pidana saja bos-bos gedenya. Importir-importir itu. Jangan pedagang kecil," kata Aldo.

Mempertanyakan

Ketua Paguyuban Pedagang Binaan Pasar Senen Robinson Hutape mempertanyakan alasan larangan penjualan pakaian impor bekas.

"Dari dulu begitu melulu. Kenapa sih? Jelas kami merasa terganggu, terancam mata pencaharian. Kami orang kecil. Jokowi pro-rakyat kecil, kok menterinya begitu. Jangan bunuh tikus pakai meriam. Bikin solusi," kata Robinson.

Dimintai tanggapan soal pidana bagi pedagang yang masih menjual pakaian impor bekas, Robinson terlihat emosional.

"Kami bukan pedagang gelap, transaksi resmi. Kami beli barang dari importir juga ada bukti kuitansi. Terlalu keji itu kalau sampai dipidanakan," katanya dengan nada tinggi.

Robinson juga mempertanyakan apa alasan memidanakan pedagang. Mereka juga pindah dari tepi jalan ke lantai 3 Pasar Senen Blok II pada 2007 karena difasilitasi camat dan wali kota.

"Kalau barangnya haram, kenapa camat, wali kota memfasilitasi? Kami juga enggak mencuri," ujar dia.

Robinson mengatakan, jika larangan itu benar diwujudukan, tidak mustahil pedagang akan menggelar aksi yang lebih besar dari tahun 2003 lalu.

"Kalau mau diberi pajak, silakan. Jangan hilangkan hak rakyat kecil. Coba kalau tiba-tiba distop, 700-an orang pedagang di sini mau makan apa?" lanjut Robinson. (chi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie