Pefindo: Perbankan Bakal Hati-Hati Serap Surat Utang BUMN Karya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rasa traumatis tampaknya bakal tetap menyelimuti industri perbankan untuk menyerap surat utang yang diterbitkan perusahaan BUMN Karya dalam jangka menengah. Maklum, adanya kasus gagal bayar menjadi salah satu pemicunya.

PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menilai saat ini perbankan terutama yang berasal dari sektor swasta menjadikan sektor ini memiliki catatan khusus. Artinya, perlu ada pertimbangan yang ketat jika ingin membeli surat utang dari sektor tersebut.

“Tapi kalau yang bank-bank BUMN mungkin tetap akan support tapi tetap melihat kesehatan dari bank-bank itu sendiri,” ujar Analis Divisi Pemeringkatan Jasa Keuangan Pefindo, Danan Dito (13/2).


Lebih lanjut, ia menjelaskan bukan berarti bank-bank swasta ini tidak akan sama sekali menyerap surat utang dari sektor BUMN Karya tersebut. Namun, bank swasta akan lebih jeli melihat prospek pertumbuhan sektor tersebut.

Baca Juga: Penyaluran Kredit Mikro Non Subsidi Perbankan Melaju Kencang

Namun, Dito melihat untuk awal-awal ini ada kemungkinan minat perbankan untuk membeli surat utang dari sektor tersebut akan lebih terbatas. Karena kasus gagal bayar pasti menjadi catatan khusus.

“Jika memang dinilai prospeknya baik, mereka pasti juga akan masuk,” ujarnya.

Dito mengungkapkan untuk saat ini bank-bank ini masih menunggu upaya restrukturisasi dari beberapa surat utang yang saat ini masih berjalan seperti milik PT Waskita Karya Tbk dan PT Wijaya Karya Tbk.

Adapun, ia menilai proses penyelesaian atas masalah tersebut akan menjadi tolak ukur bagi perbankan untuk membeli surat utang dari sektor tersebut atau tidak. Artinya, jika penyelesaiannya jelas, maka bukan tidak mungkin perbankan kembali tertarik.

“Ini akan jadi pertimbangan yang lebih baik ke depan, berarti kalau bermasalah penyelesaiannya seperti ini,” jelasnya.

Sebagai informasi, Pefindo mencatat penerbitan surat utang BUMN di sektor konstruksi sepanjang 2023 mencapai Rp 630,48 miliar. Secara rinci, surat utang dalam bentuk bond masih mendominasi senilai Rp 503,73 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari