Pefindo Proyeksi Yield SUN Tenor 10 Tahun Dikisaran 6,6% di Akhir Tahun 2024



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek obligasi dalam negeri dinilai akan tetap menarik. Berakhirnya era suku bunga tinggi dan risiko kredit yang stabil menjadi pendorongnya.

Hal itu juga tercermin dari dana asing yang masih masuk ke pasar obligasi Indonesia. Berdasarkan Bank Indonesia (BI), data setelmen sampai dengan 12 September 2024 pada semester-II 2024, nonresiden tercatat melanjutkan inflows sebesar Rp 44,33 triliun di pasar SBN.

Kepala Divisi Riset Ekonomi Pefindo Suhindarto mengatakan, Indonesia menawarkan imbal hasil yang relatif tinggi di antara negara-negara dengan peringkat sovereign di sekitar BBB. Yield obligasi negara dengan tenor 10 tahun menawarkan premi 287 bps di atas yield US Treasury per akhir Juli 2024, lebih tinggi dibandingkan dengan Filipina sebesar 224bps dan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia.


Selain itu, premi CDS 5 tahun Indonesia juga relatif stabil di kisaran 70, atau tepatnya 67,24 per Rabu (18/9). Angka itu turun dari pertengahan tahun lalu yang berada dikisaran 80.

"Hal ini menandakan risiko yang terukur dan relatif lebih rendah, sehingga kombinasi keduanya menjadi daya tarik tersendiri bagi investor asing untuk masuk ke Indonesia dibandingkan dengan negara lain," ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (12/9).

Baca Juga: Ekonom Ramal BI Bakal Pangkas Lagi BI Rate 25 bps Akhir 2024, dan 50 bps di 2025

Darto menyebutkan, prospek di pasar obligasi masih akan baik kedepannya. Apalagi saat ini sedang dalam transisi kebijakan moneter.

"Kami melihat permintaan surat utang pemerintah masih akan relatif tinggi di awal periode transisi kebijakan moneter dari tinggi menuju rendah saat ini," sambungnya.

Pefindo memperkirakan hingga akhir tahun yield 10 tahun akan berada dikisaran 6,6%. Target itu sejalan dengan konsensus Bloomberg. Adapun berdasarkan Trading Economics, yield 10 tahun berada di 6,64% per Rabu (18/9).

Adapun pendukungnya juga dari stabilnya rupiah seiring fenomena 'strong dollar' usai. Darto menuturkan, pemangkasan suku bunga oleh the Fed akan membuat dolar AS kehilangan daya ungkitnya dan menjadi positif bagi Indonesia karena mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah.

"Sehingga, saya mengasumsikan premi yang muncul dari risiko translasi akan menjadi lebih rendah hingga akhir tahun," tutupnya.

Selanjutnya: Rekomendasi Teknikal Saham SMCB, PGAS, BSDE untuk Perdagangan Kamis (19/9)

Menarik Dibaca: Cara Aktifkan Pengingat Batasan Pengisian Daya di iOS 18 untuk Jaga Kesehatan Baterai

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari