Pegawai Chevron kembali divonis 2 tahun



JAKARTA. Ketua Tim Penanganan Isu Lingkungan di Sumatera Light North (SLN) PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) Widodo akhirnya menyusul dua rekannya Endah Rumbiyanti dan Kukuh Kertasafari. Widodo akhirnya juga divonis bersalah dalam kasus dugaan korupsi bioremediasi di Sumatera oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta. Sama pun diganjar dengan hukuman 2 tahun pidana penjara dan denda sebesar Rp 200 juta subsidair 3 bulan kurungan. "Menyatakan terdakwa Widodo telah terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata Ketua Majelis Hakim Sudarmawati Ningsih saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (19/7). Menurut majelis, Widodo yang menjabat sebagai Field Construction Representative di Sumatra Light South (SLS) telah melakukan penyalahgunaan wewenang dengan menandatangani harga perkiraan sendiri sebesar $US 7,296 juta dollar sebagai biaya pekerjaan bioremediasi yang akan dilakukan PT Sumigita Jaya dan PT Green Planet Indonesia setelah pemenang lelang diputuskan. Hal itu dianggap bertentangan dengan aturan lelang yang dikeluarkan BP Migas. Hakim menilai perbuatan terdakwa melanggar ketentuan pasal 3 jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 2 ke 1 jo pasal 64 KUHP. Kemudian setelah Widodo berpindah tugas sebagai Ketua Tim Penanganan Isu Lingkungan di Sumatra Light North (SLN) pada 1 Agustus 2008 juga disebut melakukan penunjukan terhadap PT Green Planet Indonesia (GPI) untuk melakukan proyek bioremediasi di kawasan Bukit Duri. Padahal perusahaan tersebut tidak memenuhi kualifikasi untuk melakukan pekerjaan bioremediasi sebagaimana diatur Kepmen Lingkungan Hidup No 128 tahun 2003. "Terdakwa Widodo selaku Ketua Tim Penanganan Isu Lingkungan di Sumatra Light North (SLN) telah memperkaya Herland bin Ompo selaku Dirut PT SGC sebesar $US 6,679 juta dan memperkaya Riscky Prematuri selaku Dirut PT GPI sebesar $US 227,28 ribu," terangnya. Namun keputusan tersebut tidak diambil dengan suara bulat karena adanya 3 perbedaan pendapat hakim anggota. Hakim Annas Mustaqim tak sepakat dengan pasal yang disangkakan majelis hakim. Ia justru menyatakan Widodo terbukti melanggar dakwaan primer yaitu pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 jo pasal 64 KUHP. Ia beralasan perbuatan terdakwa yang tidak melaksanakan kewenangannya dengan sebagaimana mestinya lebih tepat disebut perbuatan melawan hukum dari pada menyalahgunakan kewenangan. Sedangkan dua hakim lainnya Hakim Slamet Subagyo dan Hakim Sofie Aldi berpendapat terdakwa tidak bersalah dan harus dibebaskan. Keduanya beranggapan Widodo tidak pernah bertindak sebagai panitia lelang proyek bioremediasi tetapi hanya membantu saja. Keduanya beralasan tidak hanya terdakwa yang menandatangani harga perkiraan sendiri yang ditetapkan. "Bahwa pengadaan kontrak telah mendapat persetujuan BP Migas sehingga pengadaan lelang kontak telah sesuai dengan aturan pengadaan barang dan jasa," tegas Hakim Slamet. Namun meski demikian Ketua Majelis Hakim Sudarmawati Ningsih memutuskan mengambil suara terbanyak dan menyatakan Widodo bersalah melakukan korupsi sebagaimana diatur dalam dakwaan subsidair. Sebelumnya Pengadilan Tipikor juga telah menjatuhkan hukuman yang sama pada dua rekan Widodo Endah Rumbiyanti dan Kukuh Kertasafari dengan hukuman 2 tahun penjara. Diantara ketiganya yang membedakan hanya hukuman denda, Kukuh dikenai denda Rp 100 juta sedangkan Endah dan Widodo dikenai denda sebesar Rp 200 juta. Sedangkan bos dua kontraktor PT CPI yaitu Dirut PT SGJ Herland bin Ompo dengan hukuman 6 tahun penjara dan Riscky Prematuri dengan hukuman 5 tahun penjara. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Amal Ihsan