KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah suku bunga acuan Amerika Serikat dipastikan naik, fokus utama pasar pada pekan depan akan mengarah pada kelanjutan kebijakan reformasi pajak di negeri Paman Sam. Kurs rupiah pun berpotensi melemah terhadap dollar AS selama momen tersebut berlangsung. Analis Monex Future Investindo, Putu Agus Pransuamitra mengatakan, keputusan final mengenai kebijakan reformasi pajak AS diharapkan sudah ada sebelum tanggal 22 Desember nanti. Saat ini, mayoritas pelaku pasar optimistis kebijakan tersebut akan resmi diberlakukan. Menurut Putu, hal ini diperkuat oleh pernyataan Presiden Donald Trump dalam konferensi pers sebelum agenda Federal Open Market Commitee berlangsung. Trump menyatakan, baik senat maupun parlemen hampir mencapai kata sepakat terkait RUU reformasi pajak AS. “Proses selanjutnya tinggal voting dalam kongres,” ujar Putu. Dari dalam negeri, setelah Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, belum ada lagi agenda atau rilis data ekonomi yang bisa menunjang pergerakan rupiah di pasar selama pekan depan. “Sentimen utamanya masih dari luar negeri,” kata Putu. Ia pun memproyeksi, rupiah akan mengalami pelemahan sepanjang pekan depan di level Rp 13.520—Rp 13.620 per dollar AS. Adapun pada Jumat (15/12) ini, kurs rupiah terhadap dollar AS ditutup menguat tipis 0,04% ke level Rp 13.570. Namun, dibandingkan Jumat pekan lalu, rupiah alami pelemahan 0,14% terhadap dollar AS. Sementara di BI, kurs rupiah melemah 0,05% ke level Rp 13.573 per dollar AS pada hari ini. Rupiah juga mengalami pelemahan 0,12% sepanjang pekan ini terhadap dollar AS. Putu berpendapat, pelemahan rupiah terhadap dollar AS terjadi akibat penantian pasar terhadap keputusan The Federal Reserve menaikkan tingkat suku bunga acuan AS. Di sisi lain, pasar masih was-was dengan sosok Jerome Powell yang akan menggantikan Janet Yallen sebagai Ketua The Fed. Hal tersebut mampu mendorong penguatan rupiah terhadap dollar AS dalam dua hari terakhir. “Karena Powell dikenal dovish dan cenderung berhati-hati, ada kekhawatiran tingkat suku bunga AS tidak mengalami kenaikan sampai 3 kali seperti yang diharapkan,” ungkap Putu. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pekan depan rupiah berpotensi keok, kenapa?
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah suku bunga acuan Amerika Serikat dipastikan naik, fokus utama pasar pada pekan depan akan mengarah pada kelanjutan kebijakan reformasi pajak di negeri Paman Sam. Kurs rupiah pun berpotensi melemah terhadap dollar AS selama momen tersebut berlangsung. Analis Monex Future Investindo, Putu Agus Pransuamitra mengatakan, keputusan final mengenai kebijakan reformasi pajak AS diharapkan sudah ada sebelum tanggal 22 Desember nanti. Saat ini, mayoritas pelaku pasar optimistis kebijakan tersebut akan resmi diberlakukan. Menurut Putu, hal ini diperkuat oleh pernyataan Presiden Donald Trump dalam konferensi pers sebelum agenda Federal Open Market Commitee berlangsung. Trump menyatakan, baik senat maupun parlemen hampir mencapai kata sepakat terkait RUU reformasi pajak AS. “Proses selanjutnya tinggal voting dalam kongres,” ujar Putu. Dari dalam negeri, setelah Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, belum ada lagi agenda atau rilis data ekonomi yang bisa menunjang pergerakan rupiah di pasar selama pekan depan. “Sentimen utamanya masih dari luar negeri,” kata Putu. Ia pun memproyeksi, rupiah akan mengalami pelemahan sepanjang pekan depan di level Rp 13.520—Rp 13.620 per dollar AS. Adapun pada Jumat (15/12) ini, kurs rupiah terhadap dollar AS ditutup menguat tipis 0,04% ke level Rp 13.570. Namun, dibandingkan Jumat pekan lalu, rupiah alami pelemahan 0,14% terhadap dollar AS. Sementara di BI, kurs rupiah melemah 0,05% ke level Rp 13.573 per dollar AS pada hari ini. Rupiah juga mengalami pelemahan 0,12% sepanjang pekan ini terhadap dollar AS. Putu berpendapat, pelemahan rupiah terhadap dollar AS terjadi akibat penantian pasar terhadap keputusan The Federal Reserve menaikkan tingkat suku bunga acuan AS. Di sisi lain, pasar masih was-was dengan sosok Jerome Powell yang akan menggantikan Janet Yallen sebagai Ketua The Fed. Hal tersebut mampu mendorong penguatan rupiah terhadap dollar AS dalam dua hari terakhir. “Karena Powell dikenal dovish dan cenderung berhati-hati, ada kekhawatiran tingkat suku bunga AS tidak mengalami kenaikan sampai 3 kali seperti yang diharapkan,” ungkap Putu. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News