MOMSMONEY.ID - Setelah ditutup melemah akhir pekan lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih tampak lunglai pada perdagangan Senin (15/11). Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI) via RTI Business, IHSG turun 35.03 poin atau -0,53 % ke level 6.616.03. Sebanyak delapan sektor mengalami penurunan dan total 11 sektor di BEI. Sektor yang turun paling dalam adalah sektor energi 2,04%, sektor infrastruktur 1,13%, sektor barang konsumer primer 1,10%, sektor perindustrian 1,06%, sektor properti dan real estate 0,63%, sektor barang baku 0,42%, sektor transportasi 0,29% dan sektor keuangan 0,20%. Sementara sektor yang menguat adalah sektor teknologi 0,58%, sektor barang konsumer non primer 0,36% dan sektor kesehatan 0,16%. Baca Juga: Inilah Manfaat Ekstra Daun Blackcurrant dan Raspberry untuk Wajah, Sudah Tahu? Total volume perdagangan saham di BEI hari Senin mencapai 22,63 miliar saham dengan total nilai transaksi sebesar Rp 11,36 triliun. Ada sebanyak 356 saham turun dan 186 saham naik serta 134 saham tidak berubah. Analis Erdikha Elit Sekuritas Hendri Widiantoro menilai pada perdagangan hari ini, ada berbagai faktor yang mempengaruhi laju IHSG sehingga terkoreksi di pasar. Sentimen pertama datang dari dalam negeri, dimana data neraca dagang Indonesia menjadi perhatian pelaku pasar. Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode Oktober 2021. Konsensus pasar memperkirakan ekspor tumbuh 46,06% dibandingkan Oktober 2020 (year-on-year/yoy). Jika dilihat, angka tersebut melambat dibandingkan September yang tumbuh 47,64%. Sedangkan impor diperkirakan tumbuh 58,35% atau capaiannya jauh lebih tinggi ketimbang bulan sebelumnya yang tumbuh 40,31%. Baca Juga: Anak Anda Suka Mengisap Jempol? Coba 6 Cara Ini untuk Menghentikannya "Meski impor tumbuh lebih cepat ketimbang ekspor, tetapi neraca perdagangan diperkirakan masih surplus US$ 3,89 miliar. Kalau terwujud, maka neraca perdagangan Indonesia akan mengalami surplus selama 18 bulan beruntun alias 1,5 tahun. Surplus neraca perdagangan akan sangat membantu kinerja transaksi berjalan," ujar Hendri dalam risetnya. Nah, saat transaksi berjalan semakin sehat, maka nilai tukar rupiah akan lebih stabil. Saat nilai tukar rupiah stabil maka investor asing akan lebih nyaman berinvestasi di dalam negeri karena risiko kerugian kurs bisa diminimalisir. Kendati neraca dagang diperkirakan surplus, sentimen kedua yakni turunnya harga batu bara menjadi katalis tak baik bagi gerak IHSG. Sejak mencapai rekor tertinggi sepanjang masa US$ 280/ton pada 5 Oktober lalu, hingga pekan lalu, harga batubara malah jeblok lebih dari 47% ke US$ 147,25 per metrik ton. Hingga kini harga batubara terpangkas 81% sepanjang tahun. Padahal kata Hendri, komoditas batu bara berperan vital dalam ekspor Indonesia.
Pekan Ini IHSG Dimulai Loyo
MOMSMONEY.ID - Setelah ditutup melemah akhir pekan lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih tampak lunglai pada perdagangan Senin (15/11). Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI) via RTI Business, IHSG turun 35.03 poin atau -0,53 % ke level 6.616.03. Sebanyak delapan sektor mengalami penurunan dan total 11 sektor di BEI. Sektor yang turun paling dalam adalah sektor energi 2,04%, sektor infrastruktur 1,13%, sektor barang konsumer primer 1,10%, sektor perindustrian 1,06%, sektor properti dan real estate 0,63%, sektor barang baku 0,42%, sektor transportasi 0,29% dan sektor keuangan 0,20%. Sementara sektor yang menguat adalah sektor teknologi 0,58%, sektor barang konsumer non primer 0,36% dan sektor kesehatan 0,16%. Baca Juga: Inilah Manfaat Ekstra Daun Blackcurrant dan Raspberry untuk Wajah, Sudah Tahu? Total volume perdagangan saham di BEI hari Senin mencapai 22,63 miliar saham dengan total nilai transaksi sebesar Rp 11,36 triliun. Ada sebanyak 356 saham turun dan 186 saham naik serta 134 saham tidak berubah. Analis Erdikha Elit Sekuritas Hendri Widiantoro menilai pada perdagangan hari ini, ada berbagai faktor yang mempengaruhi laju IHSG sehingga terkoreksi di pasar. Sentimen pertama datang dari dalam negeri, dimana data neraca dagang Indonesia menjadi perhatian pelaku pasar. Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode Oktober 2021. Konsensus pasar memperkirakan ekspor tumbuh 46,06% dibandingkan Oktober 2020 (year-on-year/yoy). Jika dilihat, angka tersebut melambat dibandingkan September yang tumbuh 47,64%. Sedangkan impor diperkirakan tumbuh 58,35% atau capaiannya jauh lebih tinggi ketimbang bulan sebelumnya yang tumbuh 40,31%. Baca Juga: Anak Anda Suka Mengisap Jempol? Coba 6 Cara Ini untuk Menghentikannya "Meski impor tumbuh lebih cepat ketimbang ekspor, tetapi neraca perdagangan diperkirakan masih surplus US$ 3,89 miliar. Kalau terwujud, maka neraca perdagangan Indonesia akan mengalami surplus selama 18 bulan beruntun alias 1,5 tahun. Surplus neraca perdagangan akan sangat membantu kinerja transaksi berjalan," ujar Hendri dalam risetnya. Nah, saat transaksi berjalan semakin sehat, maka nilai tukar rupiah akan lebih stabil. Saat nilai tukar rupiah stabil maka investor asing akan lebih nyaman berinvestasi di dalam negeri karena risiko kerugian kurs bisa diminimalisir. Kendati neraca dagang diperkirakan surplus, sentimen kedua yakni turunnya harga batu bara menjadi katalis tak baik bagi gerak IHSG. Sejak mencapai rekor tertinggi sepanjang masa US$ 280/ton pada 5 Oktober lalu, hingga pekan lalu, harga batubara malah jeblok lebih dari 47% ke US$ 147,25 per metrik ton. Hingga kini harga batubara terpangkas 81% sepanjang tahun. Padahal kata Hendri, komoditas batu bara berperan vital dalam ekspor Indonesia.