Pekebun sawit tak bisa minta restitusi pajak lagi



JAKARTA. Hanya dalam hitungan enam bulan, Menteri Keuangan Chatib Basri kembali merevisi aturan pajak tentang Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan bagi Pengusaha Kena Pajak yang Melakukan Penyerahan. Aturan baru yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 135/PMK.011/2014 ini merupakan revisi atas PMK No 21/PMK.011/2014 yang terbit tangga 4 Februari 2014 lalu.Wahyu Tumakaka, Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak (DJP) menjelaskan, terbitnya aturan ini dilatari oleh perbedaan pandangan antara Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak dengan Pengusaha Kena Pajak (PKP) terkait pengenaan pajak, khusunya mengkut soal restitusi di perusahaan kelapa sawit. Sesuai aturan, pengusaha perkebunan sawit yang memiliki pabrik pengolahan kelapa sawit dapat mengajukan pengembalian pajak atau restitusi pajak ke pemerintah setelah mereka mengolah dan mengekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO).Hanya fakta di lapangan terjadi perbedaan pandangan penafsiran aturan sebelumnya. Wahyu bilang, banyak perusahaan perkebunan sawit yang hanya menghasillkan buah segar (TBS) sawit juga meminta restitusi karena mereka melakukan pengolahan di perusahaan yang mengolah CPO. Para pengusaha sawit itu mengklaim mereka berhak meminta restitusi lantaran sudah mengolah sawit mentah. Namun, bagi Ditjen Pajak, ini tak dibolehkan. Lantaran restitusi pajak hanya bisa diberikan ke perusahaan yang memiliki pabrik pengolahan kepala sawit. Dalam aturan baru itu, "Ka mi menegaskan, pengusaha perkebunan sawit yang tidak memiliki pabrik pengolahan, tidak dapat melakukan restitusi,"ujar Wahyu. Kata Wahyu, penerbitan atutan baru tersebut sebagai penegasan atas barang kena pajak dan barang yang tidak kena pajak. "Intinya, perusahaan penghasil CPO yang juga memiliki perkebunan sawit, diperjelas boleh memasukkan menghitung pajak yang sudah dikeluarkan untuk tandan buah segar dan pengolahan tandan buah segar,"ujar Wahyu. Tapi, pengusaha yang hanya memiliki perkebunan dan tidak punya pabrik pengolahan sawit menjadi CPO atau sebaliknya, tidak boleh mengkreditkan pajak yang telah mereka keluarkan dalam memproduksi TBS. Aturan ini tak pelak akan banyak membawa dampak pada perusahaan perkebunan sawit. Sebab, jumlah pengusaha perkebunan sawit kini lebih banyak dari pengusaha yang memiliki pabrik pengelolaan CPO. "Peraturan ini bertujuan mengefisienkan industri CPO," kata Wahyu. Berefek ke pekebunPeraturan ini dianggap menguntungkan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang menghasilkan tandan buah segar sekaligus memiliki pabrik pengolahan CPO. Pasalnya, pajak yang telah dikeluarkan di dua bagian produksi tersebut dapat dimintakan kembali kepada negara alias restitusi. Sebaliknya, bagi perusahaan yang hanya memiliki perkebunan kelapa sawit saja, mereka tidak dapat meminta restitusi.Hendri Z. Kepala Seksi Hubungan Eksternal DJP bilang, barang-barang hasil perkebunan, termasuk kelapa sawit, tergolong barang-barang strategis. Selama ini pengusaha CPO banyak menjual hasil produksi CPO ke luar negeri sehingga bebas dari PPN. Akibatnya, pengusaha CPO banyak mengklaim pajak yang telah mereka bayarkan saat proses produksi TBS ke negara. "Untuk memproduksi CPO, mereka menitipkan ke pabrik milik orang lain, kini hal ini tidak bisa lagi, karena sudah perjelas," kata Hendri. Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan enggan berkomentar PMK 135. Fadhil mengaku belum memahami aturan yang tertuang dalam beleid ini. Namun, ia menilai, aturan itu akan berdampak terhadap kegiatan bisnis pengusaha sawit. Sebab, PMK ini mengatur soal pajak yang telah dikeluarkan pada saat produksi tandan buah segar dan pada saat memproduksi minyak sawit mentah atau CPO. Peraturan ini juga berdampak bagi pengusaha dalam mengajukan restitusinya. Hanya saja, Fadhil heran, mengapa aturan pajak masukan sawit kembali direvisi. Padahal, baru pada Februari 2014 silam, aturan ini dikelaurkan. Dalam aturan lama, pengusaha boleh mengajukan restitusi atas pajak yang sudah dibayarkan karena mereka telah melakukan pengolahan sawit mentah di dalam negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Yudho Winarto