JAKARTA. Gara-gara tak terurus, Serikat Pekerja Terminal Peti Kemas Koja, Jakarta Utara, meminta pemerintah mengambil alih pelabuhan tersebut. Serikat pekerja ini sudah mendatangi parlemen untuk menggolkan keinginan mereka.Terminal Petik Kemas (TPK) Koja berdiri sejak tahun 1994. Panjangnnya 650 meter (m) dan terdiri dari lapangan penumpukan peti kemas dan jalan lingkungan seluas 30,6 hektare (ha). Awalnya, TPK tersebut berdiri berdasarkan perjanjian kerjasama operasional (KSO) antara PT Pelindo II dengan PT Humpuss Terminal Petikemas (HTP). Melalui kerjasama tersebut, Pelindo mendapat pembagian keuntungan 52,12% dan sisanya milik HTP.Lalu, pada 2000, HTP menjual seluruh sahamnya ke Ocean Deep Invesment Holding Ltd sebesar 59,6% dan Ocean East Invesment Holding sebesar 40,4%. Bersamaan dengan itu, HTP berubah nama menjadi PT Ocean Terminal Petikemas. Tahun 2007, namanya berubah kembali menjadi PT Hutchison Port Indonesia (HPI).Kontrak kerjasama tersebut akan berakhir pada 2018. Hanya saja, HPI sudah mulai menelantarkan TPK Koja itu. Hal ini membuat serikat pekerja tersebut resah. Mereka ingin pemerintah mengambil alih TPK Koja dengan cara mendirikan perusahaan tersendiri. “Kami ingin KSO TPK Koja menjadi perseroan terbatas (PT),” kata Tedy Herdian, Sekretaris Jenderal SP TPK Koja saat mengadukan nasibnya ke Komisi VI DPR. Ia menjelaskan, ada beberapa tanda-tanda bahwa managemen HPI mulai menelantarkan TPK tersebut. Diantaranya, HPI tidak melakukan upaya yang serius untuk investasi peralatan di TPK Koja. Padahal, peralatan-peralatan di TPK Koja sudah kadaluarsa.Selain itu, ada upaya pengerdilan aset perusahaan TPK Koja. Ini terlihat dalam upaya pembentukan lapangan parkir seluas 2,9 Ha yang tidak pernah terealisasi. Untuk lahan penumpukan juga berkurang, yang seharusnya 24 ha, kini hanya ada 21,6 Ha. Kemudian, panjang dermaga yang mestinya 650 m, ternyata hanya 642 m. “Rencana investasi ke depan juga tidak jelas,” kata Tedy.Menanggapi hal tersebut, Nurdin Tampubolon, Wakil Ketua Komisi VI menjanjikan bakal menindaklanjuti tuntutan SP. DPR akan memanggil direksi PT Pelindo II untuk dikonfirmasi dan dimintai pertanggungjawaban. “Karena, itu adalah aset negara yang tidak boleh disia-siakan,” kata Nurdin.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pekerja Desak Pemerintah Ambil Alih TPK Koja
JAKARTA. Gara-gara tak terurus, Serikat Pekerja Terminal Peti Kemas Koja, Jakarta Utara, meminta pemerintah mengambil alih pelabuhan tersebut. Serikat pekerja ini sudah mendatangi parlemen untuk menggolkan keinginan mereka.Terminal Petik Kemas (TPK) Koja berdiri sejak tahun 1994. Panjangnnya 650 meter (m) dan terdiri dari lapangan penumpukan peti kemas dan jalan lingkungan seluas 30,6 hektare (ha). Awalnya, TPK tersebut berdiri berdasarkan perjanjian kerjasama operasional (KSO) antara PT Pelindo II dengan PT Humpuss Terminal Petikemas (HTP). Melalui kerjasama tersebut, Pelindo mendapat pembagian keuntungan 52,12% dan sisanya milik HTP.Lalu, pada 2000, HTP menjual seluruh sahamnya ke Ocean Deep Invesment Holding Ltd sebesar 59,6% dan Ocean East Invesment Holding sebesar 40,4%. Bersamaan dengan itu, HTP berubah nama menjadi PT Ocean Terminal Petikemas. Tahun 2007, namanya berubah kembali menjadi PT Hutchison Port Indonesia (HPI).Kontrak kerjasama tersebut akan berakhir pada 2018. Hanya saja, HPI sudah mulai menelantarkan TPK Koja itu. Hal ini membuat serikat pekerja tersebut resah. Mereka ingin pemerintah mengambil alih TPK Koja dengan cara mendirikan perusahaan tersendiri. “Kami ingin KSO TPK Koja menjadi perseroan terbatas (PT),” kata Tedy Herdian, Sekretaris Jenderal SP TPK Koja saat mengadukan nasibnya ke Komisi VI DPR. Ia menjelaskan, ada beberapa tanda-tanda bahwa managemen HPI mulai menelantarkan TPK tersebut. Diantaranya, HPI tidak melakukan upaya yang serius untuk investasi peralatan di TPK Koja. Padahal, peralatan-peralatan di TPK Koja sudah kadaluarsa.Selain itu, ada upaya pengerdilan aset perusahaan TPK Koja. Ini terlihat dalam upaya pembentukan lapangan parkir seluas 2,9 Ha yang tidak pernah terealisasi. Untuk lahan penumpukan juga berkurang, yang seharusnya 24 ha, kini hanya ada 21,6 Ha. Kemudian, panjang dermaga yang mestinya 650 m, ternyata hanya 642 m. “Rencana investasi ke depan juga tidak jelas,” kata Tedy.Menanggapi hal tersebut, Nurdin Tampubolon, Wakil Ketua Komisi VI menjanjikan bakal menindaklanjuti tuntutan SP. DPR akan memanggil direksi PT Pelindo II untuk dikonfirmasi dan dimintai pertanggungjawaban. “Karena, itu adalah aset negara yang tidak boleh disia-siakan,” kata Nurdin.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News