Pekerja Freeport & Newmont takut di PHK



JAKARTA. Sejumlah anggota serikat pekerja dari PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara berkunjung ke Komisi IX DPR RI untuk mengadukan adanya ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal. Ancaman tersebut sangat memungkinkan terjadi apabila kedua perusahaan yang bermarkas di Amerika Serikat itu mengurangi jumlah produksi konsentrat di tahun depan.

R Abdullah, Ketua Umum Serikat Pekerja Kimia Energi dan Pertambangan (SP KEP) SPSI mengatakan, dampak PHK sangat mungkin terjadi karena kedua perusahaan tersebut belum mampu mengolah seluruh produksi konsentratnya di dalam negeri. "Tidak menutup kemungkinan, ribuan pekerja akan di-PHK karena penerapan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara," ungkap dia, saat mengunjungi Komisi IX DPR RI, Rabu (18/12).

Menurut Abdullah, sekarang ini, Freeport mempekerjakan sekitar 31.000 orang sedangkan Newmont mencapai 11.000 orang. Jumlah tersebut termasuk dengan karyawan kontraktor. Namun, jika Freeport menurunkan produksi sebanyak 60% dan Newmont mencapai 70% dari total produksi, otomatis jumlah pekerja tersebut tentu akan terpangkas.


Oleh karena itu, para pekerja tersebut meminta jaminan perlindungan jaminan dari DPR RI maupun agar ancaman PHK tersebut tidak terjadi di tahun depan. "Kami memohon bantuan, penerapan UU Minerba ini sudah menjadi kegelisahan kami sebagai pekerja," kata Emal Dayat, salah seorang anggota SPSI yang merupakan karyawan Freeport.

Menanggapi pengaduan sejumlah pekerja tersebut, Karolin Margaret Natasa, Anggota Komisi IX DPR RI menyampaikan, pemerintah memiliki peranan penting untuk mencari jalan keluar dalam menyikapi penerapan UU Minerba maupun ancaman pengurangan tenaga kerja tersebut.

Menurut Karolin, dampak merumahkan karyawan tidak akan terjadi apabila pemerintah bersikap tegas pihak manajemen perusahaan tambang. Dia bilang, Freeport dan Newmont tidak bisa semena-mena mem-PHK sejumlah karyawannya karena kewajiban mereka menerapkan UU Minerba. "Pemerintah harus tegas jangan mau didikte sama investor asing. Kok mereka malah mencoba mengadu domba kami dengan para pekerja," ungkap Karolin.

Panggil perusahaan

Irianto Simbolon, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosiasl Tenaga Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengatakan, pihaknya akan memanggil manajemen perusahaan untuk mendiskusikan potensi PHK tersebut. "Kami akan lakukan segala upaya agar PHK tidak terjadi," kata dia.

Menurut Irianto, terdapat banyak solusi bagi para perusahaan tambang untuk menjalankan UU Minerba tanpa mengorbankan hak-hak karyawan. Misalnya, membagi shift jam kerja karyawan, atau menyetok produksi sampai pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) di dalam negeri siap menyerapnya.

Sejauh ini, Irianto menambahkan, pihaknya belum menerima laporan dari perusahaan tambang menyoal rencana merumahkan karyawan. Dia pun yakin, penerapan UU Minerba tidak akan persoalan bagi perusahaan tambang mengingat perintahnya pembangunan smelter sudah diamahkan sejak lima tahun yang lalu. "Di UU Nomor 13 Tahun 2003 kan jelas, semua perusahaan harus menghindari PHK," kata dia.

Sebelumnya, Kementerian ESDM menegaskan tidak akan mengubah keputusan soal pelarangan ekspor mineral mentah tahun depan. Sebab, pemerintah dan DPR sudah sepakat menjalankan aturan itu sesuai dengan perintah UU Minerba yang sudah dibuat lima tahun lalu.     

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini