Pekerja menggugat manajemen baru BRAU



JAKARTA. Niat Grup Sinarmas menguasai Asia Resources Minerals (ARMS), induk usaha PT Berau Coal Energy Tbk (BRAU), bakal menemui jalan terjal. Ganjalan awal datang dari langkah Serikat Pekerja BRAU cs.

Asal tahu saja, pertengahan Mei 2015, Serikat Pekerja BRAU cs mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Isinya, mereka menuntut pembatalan hasil Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) 30 April 2015. Sidang perdana gugatan ini bakal digelar hari ini (17/6).

Selain Serikat Pekerja BRAU, PT Berau Coal Energy Tbk, Horas Parsaulian Pardede dan Samuel T. Paseru, masuk dalam jajaran penggugat.  Mereka menggugat menggugat sejumlah pihak, yang terdiri dari Keith John Downham (Direktur BRAU), Paul Jeremy Martin Fenby (Direktur BRAU), Iskak Indra Wahyudi (Direktur Utama BRAU), Mangantar S. Marpaung (Komisaris Utama BRAU), Melli Darsa (konsultan hukum), serta Humberg Lie (notaris).


Selain meminta pembatalan hasil RUPSLB, para penggugat menuntut para tergugat untuk memberikan ganti rugi senilai Rp 250 miliar, terdiri atas ganti rugi materiil  sebesar Rp 200 miliar dan sisanya adalah kerugian immateriil.

Head Legal and Corporate Secretary BRAU Ari Ahmad Effendi menjelaskan, penyelenggaraan RUPSLB ilegal. Belum lagi, akta acara RUPSLB tidak didaftarkan ke Kementerian Hukum dan HAM oleh Humberg Lie selaku Notaris. "Jika dalam 30 hari tidak didaftarkan, akta itu tidak sah," katanya kepada KONTAN, Selasa (16/6).

Nah, itu artinya semua keputusan yang diambil dalam RUPSLB tersebut tidak sah, termasuk pergantian Direktur Utama dan Komisaris Utama. Pada RUPSLB itu Iskak Indra Wahyudi diangkat sebagai Dirut BRAU menggantikan Amir Sambodo.

Sementara itu, Bob Kamandanu yang sebelumnya menjadi Komisaris Utama digantikan Mangantar S. Marpaung. Para penggugat mensinyalir Iskak dan Mangantar merupakan bagian dari kubu Nathaniel Rothschild yang akhirnya memicu kisruh di tubuh manajemen BRAU.

Apalagi, RUPSLB ini dinilai dilakukan sepihak oleh dua Direktur BRAU yang berasal dari induk usahanya, Asia Resource Minerals Plc (ARMS), yakni Keith dan Paul. Padahal, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum memberikan lampu hijau pelaksanaan RUPSLB ini.

Keith dan Paul yang kini berada di jajaran direksi ARMS, menurut Ari, tidak memberitahukan pelaksanaan RUPSLB tersebut kepada manajemen BRAU. "Makanya, direktur dan komisaris saat itu tidak ada yang hadir, karena mereka tahunya RUPSLB ditunda," tambah Ari.

Selain itu, posisi Keith dan Paul di jajaran direksi BRAU pun dipandang tidak sah lantaran dituduh terjerat pelanggaran imigrasi dan dinyatakan tidak memiliki izin bekerja di BRAU. Menurut Ari, pejabat imigrasi sudah menyatakan bahwa keduanya dilarang bekerja dan melakukan tindakan yang mengatasnamakan BRAU sebelum mendapatkan izin kerja yang sah.

Jika gugatan ini dikabulkan, niat Grup Sinarmas memiliki ARMS bakal terjegal. Maklum, RUPSLB itulah yang memberikan mandat pada komisaris dan direksi baru BRAU untuk menuntaskan skema penyelesaian utang obligasi BRAU senilai total US$ 950 juta.

Krusialnya, penyelesaian obligasi adalah syarat penting transaksi akuisisi saham ARMS oleh Grup Sinarmas. Alhasil, jika penyelesaian restrukturisasi obligasi BRAU itu gagal, bisa batal pula niat Grup Sinarmas itu.

Hingga berita ini ditulis, Harian KONTAN belum mendapatkan penjelasan dari para tergugat.       

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia