JAKARTA. Kalangan pekerja profesional yang bekerja di kawasan segitiga emas Jakarta, Sudirman, Kuningan, dan Thamrin, tidak puas dengan kinerja pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Hal ini terungkap dalam survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) yang dilakukan pada tanggal 26 Mei sampai 3 Juni 2015. "Mayoritas responden pekerja profesional sebesar 66,8 persen menunjukkan ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-JK. Hanya 32,4 persen menyatakan kepuasan atas kinerja kabinet," kata juru bicara KedaiKOPI, Hendri Satrio saat merilis surveinya, di Jakarta, Minggu (21/6). Hendri menjelaskan, ketidakpuasan pekerja profesional atas kinerja kabinet Jokowi-JK dipicu oleh beberapa kebijakan pemerintah. Menurut dia, dalam beberapa kebijakan, pemerintah dianggap para pekerja profesional tak tepat dalam mengambil kebijakan, khususnya dalam bidang ekonomi. "Seperti naik turunnya harga BBM, kenaikan tarif dasar listrik, kenaikan harga gas serta penambahan utang," ujar Pengamat Politik Universitas Paramadina itu.
Pekerja profesional tak puas kinerja Jokowi-JK
JAKARTA. Kalangan pekerja profesional yang bekerja di kawasan segitiga emas Jakarta, Sudirman, Kuningan, dan Thamrin, tidak puas dengan kinerja pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Hal ini terungkap dalam survei Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) yang dilakukan pada tanggal 26 Mei sampai 3 Juni 2015. "Mayoritas responden pekerja profesional sebesar 66,8 persen menunjukkan ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-JK. Hanya 32,4 persen menyatakan kepuasan atas kinerja kabinet," kata juru bicara KedaiKOPI, Hendri Satrio saat merilis surveinya, di Jakarta, Minggu (21/6). Hendri menjelaskan, ketidakpuasan pekerja profesional atas kinerja kabinet Jokowi-JK dipicu oleh beberapa kebijakan pemerintah. Menurut dia, dalam beberapa kebijakan, pemerintah dianggap para pekerja profesional tak tepat dalam mengambil kebijakan, khususnya dalam bidang ekonomi. "Seperti naik turunnya harga BBM, kenaikan tarif dasar listrik, kenaikan harga gas serta penambahan utang," ujar Pengamat Politik Universitas Paramadina itu.