JAKARTA. Pemerintah memperkirakan proses ratifikasi Konvensi Organisasi Buruh Internasional (ILO) 189 selesai pada akhir tahun 2014. Ratifikasi konvensi itu merupakan bukti keseriusan pemerintah untuk mengubah status pekerja rumah tangga dari informal ke formal.Ratifikasi Konvensi ILO 189 tersebut diharapkan bisa menjadi acuan utama perbaikan perundang-undangan perlindungan hak pekerja rumah tangga, baik di dalam maupun di luar negeri. ”Khusus untuk PRT (pekerja rumah tangga) migran, ratifikasi itu bisa mendorong negara-negara pemberi kerja untuk mengadopsi isi konvensi,” ujar Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, Rabu (12/2/2014), di Jakarta.”Selama ini, pekerja rumah tangga hanya dianggap bagian dari pekerjaan domestik, bukan sebagai pekerja formal yang memiliki kriteria pekerjaan, seperti jam kerja, jaminan sosial, dan standar upah,” ujar Muhaimin.Dia menambahkan, pemerintah akan mengurangi jumlah pengiriman tenaga kerja Indonesia, termasuk PRT migran, pada tahun 2017. ”Minimal, negara-negara pemberi kerja harus bisa mengubah status mereka menjadi pekerja formal,” ungkap Muhaimin.Direktur ILO untuk Indonesia Peter van Rooij menanggapi positif rencana Pemerintah Indonesia itu. Menurut dia, Indonesia memiliki jumlah pekerja migran besar, yakni 6,5 juta (tahun 2013), dan menyumbang produk domestik bruto nasional Rp 81,34 triliun. Namun, ada hak sekitar dua juta pekerja yang diabaikan.”Ini merupakan momen yang tepat untuk memperbaiki jaminan perlindungan dan hak-hak pekerja migran,” ujar Van Rooij.Deputi Direktur Human Rights Working Group Choirul Anam sangat menyayangkan tindakan pemerintah ini.”Saya menilai Pemerintah Indonesia terlambat untuk meratifikasi konvensi ini. Padahal, saat peringatan 100 tahun ILO di Geneva (2011), Presiden berjanji untuk memperbaiki kehidupan pekerja rumah tangga, baik dalam negeri maupun migran,” ujar Choirul.Dia menambahkan, Konvensi ILO 189 itu menjadi tolok ukur perbaikan peraturan perlindungan dan penempatan pekerja rumah tangga. Namun, dari tahun 2011 hingga 2014, dia melihat itikad perbaikan nasib PRT kurang. Malah, pemerintah baru meratifikasi sekarang.Data Migrant Care menyebutkan ada 10 juta PRT migran dan 3,5 juta PRT yang bekerja di dalam negeri. Selama tahun 2013, Migrant Care menerima 1.200 pekerja rumah tangga yang hak-haknya diabaikan. (A05)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Pekerja rumah tangga menjadi formal
JAKARTA. Pemerintah memperkirakan proses ratifikasi Konvensi Organisasi Buruh Internasional (ILO) 189 selesai pada akhir tahun 2014. Ratifikasi konvensi itu merupakan bukti keseriusan pemerintah untuk mengubah status pekerja rumah tangga dari informal ke formal.Ratifikasi Konvensi ILO 189 tersebut diharapkan bisa menjadi acuan utama perbaikan perundang-undangan perlindungan hak pekerja rumah tangga, baik di dalam maupun di luar negeri. ”Khusus untuk PRT (pekerja rumah tangga) migran, ratifikasi itu bisa mendorong negara-negara pemberi kerja untuk mengadopsi isi konvensi,” ujar Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, Rabu (12/2/2014), di Jakarta.”Selama ini, pekerja rumah tangga hanya dianggap bagian dari pekerjaan domestik, bukan sebagai pekerja formal yang memiliki kriteria pekerjaan, seperti jam kerja, jaminan sosial, dan standar upah,” ujar Muhaimin.Dia menambahkan, pemerintah akan mengurangi jumlah pengiriman tenaga kerja Indonesia, termasuk PRT migran, pada tahun 2017. ”Minimal, negara-negara pemberi kerja harus bisa mengubah status mereka menjadi pekerja formal,” ungkap Muhaimin.Direktur ILO untuk Indonesia Peter van Rooij menanggapi positif rencana Pemerintah Indonesia itu. Menurut dia, Indonesia memiliki jumlah pekerja migran besar, yakni 6,5 juta (tahun 2013), dan menyumbang produk domestik bruto nasional Rp 81,34 triliun. Namun, ada hak sekitar dua juta pekerja yang diabaikan.”Ini merupakan momen yang tepat untuk memperbaiki jaminan perlindungan dan hak-hak pekerja migran,” ujar Van Rooij.Deputi Direktur Human Rights Working Group Choirul Anam sangat menyayangkan tindakan pemerintah ini.”Saya menilai Pemerintah Indonesia terlambat untuk meratifikasi konvensi ini. Padahal, saat peringatan 100 tahun ILO di Geneva (2011), Presiden berjanji untuk memperbaiki kehidupan pekerja rumah tangga, baik dalam negeri maupun migran,” ujar Choirul.Dia menambahkan, Konvensi ILO 189 itu menjadi tolok ukur perbaikan peraturan perlindungan dan penempatan pekerja rumah tangga. Namun, dari tahun 2011 hingga 2014, dia melihat itikad perbaikan nasib PRT kurang. Malah, pemerintah baru meratifikasi sekarang.Data Migrant Care menyebutkan ada 10 juta PRT migran dan 3,5 juta PRT yang bekerja di dalam negeri. Selama tahun 2013, Migrant Care menerima 1.200 pekerja rumah tangga yang hak-haknya diabaikan. (A05)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News