Pekerja sawit Indonesia jadi standar internasional



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Terbukanya pemangku kepentingan dalam industri sawit dinilai akan memperbaiki citra baik di pasar internasional. Salah satu yang mendasari larangan impor sawit di beberapa pasar luar negeri adalah isu Hak Asasi Manusia (HAM). Industri sawit kerap dinilai melanggar HAM pada pekerjanya.

Sektor perkebunan juga dianggap sebagai sumber devisa terbesar bagi negara. Oleh karena itu dampaknya harus dirasakan oleh setiap masyarakat. "Buruh perkebunan sawit juga perlu sejahtera dengan pengupahan yang layak,” Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Sugeng Priyanto dalam siaran pers, Selasa (10/10).

Sugeng bilang ditemukannya anak-anak dalam perkebunan sawit merupakan kebiasaan masyarakat Indonesia. Pekerja di perkebunan sawit kerap membawa anaknya bekerja.


Dialog Toward Decent Work For All in Indonesia's Palm Oil Sector membahas Indonesian Sustainable Palm Oil System (ISPO). ISPO mendorong dunia usaha untuk meningkatkan kesadaran pengusaha kelapa sawit memperbaiki semua aspek menyangkut lingkungan dan ketenaga kerjaan. 

Hal itu dapat meningkatkan daya saing sawit Indonesia. "Kami akan meningkatkan keberterimaan ISPO di dunia internasional," jelas Ketua Sekretariat ISPO Aziz Hidayat.

Director Sector International Labour Organization(ILO) Geneva, Alette Van Leur bilang, para pemangku kepentingan di industri sawit Indonesia perlu membuka diri. Hal itu akan menghasilkan elaborasi isu-isu ketenagakerjaan melalui berbagai forum. "Tidak tertutup kemungkinan, standar tenaga kerja di Indonesia ke depan bisa menjadi benchmark Internasional," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati