Pekerjaan Rumah Mendorong Pertumbuhan Ekonomi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih mencatat laju yang positif pada kuartal I tahun ini. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat hingga Maret 2023, ekonomi RI tumbuh 5,03% secara tahunan alias year on year (YoY).

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama masih di atas proyeksi sejumlah ekonom yang sebelumnya memprediksi ekonomi Indonesia tumbuh sulit untuk mencapai angka 5%.

BPS mencatat, sumber pertumbuhan datang dari konsumsi rumah tangga dan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi.


"Bila diperhatikan, permintaan yang mendorong konsumsi rumah tangga masih kuat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di kuartal I-2023," terang Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh. Edy Mahmud dalam konferensi pers, Jumat (5/5).

Baca Juga: Laju Sektor Utama Penyumbang PDB di Kuartal I-2023 Melambat, Ini kata Ekonom Core

Edy merinci, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal I-2023 sebesar 4,54% YoY.

Dengan pertumbuhan tersebut, konsumsi rumah tangga memberi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 52,88%.

Sedangkan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) mencatat pertumbuhan sebesar 2,11%. Dengan pertumbuhan tersebut, PMTB menyumbang 29,11% terhadap pertumbuhan nasional.

Kontributor pertumbuhan selanjutnya adalah kinerja net ekspor yang tumbuh 11,68% YoY. Sumbangannya pada pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 22,71%. Sedangkan konsumsi pemerintah mencatat pertumbuhan sebesar 3,99% YoY. Kontribusinya pada pertumbuhan nasional sebesar 5,32%.

Bank Indonesia (BI) menyebut pertumbuhan ekonomi RI pada tiga bulan pertama tahun ini masih terbilang kuat di tengah perlambatan ekonomi global.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono bilang pada kuartal I 2023, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tetap kuat juga tecermin dari sisi Lapangan Usaha. Secara Lapangan Usaha (LU), seluruh LU pada triwulan I 2023 mencatat pertumbuhan positif, terutama ditopang oleh Industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran, serta pertambangan dan penggalian. 

LU transportasi dan pergudangan, penyediaan akomodasi dan makan minum, serta jasa lainnya mencatat pertumbuhan yang tinggi, didorong oleh peningkatan mobilitas masyarakat dan kunjungan wisatawan mancanegara, serta penyelenggaraan acara nasional dan internasional. 

Karena itu, ia menyebut pertumbuhan ekonomi pada tahun ini diperkitakan tetap kuat pada batas atas kisaran 4,5-5,3%, didorong oleh perbaikan permintaan domestik dan tetap positifnya kinerja ekspor.

Ekonomi Tahun Ini Diramal Melambat

Meski masih tumbuh 5,03%, namun ekonom Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira sebut kinerja pertumbuhan ekonomi di kuartal I tahun 2023 ini berada di bawah kinerja ideal dan tidak lebih baik daripada sebelumnya.
Misalnya kinerja ekspor yang melambat sebesar 5,4% dibanding kuartal IV 2022 dan perlu diwaspadai karena berpengaruh pada pertumbuhan sepanjang 2023.

Ia bilang tahun lalu ada bonanza komoditas yang disumbang dari Crude Palm Oil (CPO), batubara, dan barang lainnya. Namun, tahun ini seluruh pelaku usaha dan pemerintah harus mengantisipasi koreksi tajam harga komoditas ekspor.

Baca Juga: Konsumsi Rumah Tangga dan Investasi Jadi Penopang Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I-2023

“Kita perlu switch ke penguatan pasar domestik dan meningkatkan porsi ekspor manufaktur ke negara-negara alternatif,” ujar Bhima.

Pertumbuhan kinerja Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yang sebesar 2,11% YoY juga dinilai cukup mengecewakan, karena jauh lebih rendah dibanding kuartal I 2022 yang sebesar 4,08%. Data ini berbanding terbalik dengan klaim realisasi investasi pemerintah yang naik pesat.

Bhima melanjutkan, prospek investasi bisa semakin melemah karena faktor global dari krisis-krisis yang terjadi di Amerika Serikat (AS), seperti krisis gagal bayar utang, krisis perbankan, dan ancaman resesi ekonomi.

Dari sisi lapangan usaha, pertambangan, konstruksi dan pertanian serta industri manufaktur mencatat kinerja buruk. Sektor pertanian turun tajam dan hanya mampu tumbuh 0,3% yoy, padahal tahun ini mulai menghadapi El-Nino yang berdampak ke produktivitas tanaman pangan hingga perikanan.

Bhima bilang agar pemerintah harus segera membenahi sektor pertanian dengan berbagai program, mulai dari penurunan biaya pupuk, logistik, hingga bantuan modal yang masif.

Sektor informasi komunikasi juga tumbuh melambat ke level 7,19% YoY dibanding 2022 yang sebesar 8,75%. Indikator pelemahan kinerja sektor ini jadi peringatan bagi ekosistem digital bahwa seluruh industri secara umum alami penyesuaian setelah sebelumnya mampu tumbuh tinggi saat pandemi.

Selain itu, kinerja industri manufaktur tercatat konsisten alami deindustrialisasi dini dengan porsi menurun tajam menjadi 18,5% dari PDB, padahal kuartal I 2022 masih sebesar 19,2%. Porsi industri pengolahan yang turun sejalan dengan pertumbuhan yang rendah hanya sebesar 4,4% di bawah pertumbuhan ekonomi.

“Kondisi ini mengancam jutaan pekerja di sektor manufaktur khususnya sektor manufaktur yang terimbas pelemahan pasar ekspor,” tandas Bhima.

Di sisi lain, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede meramal laju ekonomi Indonesia tahun ini diperkirakan tak secepat tahun lalu. Ia memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada tahun ini berkisar 4,9%-5,0%, melambat dari tahun 2022 yang tercatat 5,31%.

Perlambatan ekonomi ini didorong oleh normalisasi aktivitas ekonomi pasca pelonggaran mobilitas masyarakat, serta net ekspor yang juga melambat karena normalisasi harga komoditas ekspor di tengah perlambatan ekonomi global.

“Sementara investasi juga cenderung tumbuh moderat mempertimbangkan normalisasi investasi non-bangunan dan masih terbatasnya investasi bangunan,” ujar Josua.

Baca Juga: Di Atas Ekspektasi Analis, Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,03% pada Kuartal I-2023

Kemudian, Bank Indonesia (BI) diperkirakan masih akan mempertahankan tingkat suku bunga acuan di level 5,75% hingga akhir tahun ini.

Tindakan itu terjadi karena arah suku bunga BI yang didasarkan pada perkembangan inflasi dan nilai tukar dimana inflasi diperkirakan akan terus melandai serta mencapai target sasaran inflasi BI dan kondisi nilai tukar yang cenderung stabil.

Perlu Sumber Pertumbuhan Baru

Sementara itu, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky menyoroti pertumbuhan ekonomi yang masih terkekang di level 5%. Menurut dia, Indonesia perlu untuk mencari sumber pertumbuhan yang baru.

Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia tak hanya mentok di kisaran 5% saja, dan bahkan mungkin bisa berada di level 6% hingga 7%.

"Kita perlu mencari sumber pertumbuhan ekonomi baru. Dengan demikian, Indonesia bisa lulus dari jebakan pertumbuhan 5% YoY," tutur Riefky kepada Kontan.co.id.

Untuk mencapai level tersebut, perlu ada investasi ke sektor yang memiliki nilai tambah. Selain itu, perlu juga peningkatan kemampuan atau produktivitas tenaga kerja, dan perbaikan institusi.

Plus, Indonesia perlu untuk mencapai pertumbuhan di level 6% YoY hingga 7% YoY selama beberapa tahun untuk bisa tumbuh di atas 5% YoY.

Salah satu upaya yang bisa telah dilakukan oleh pemerintah, yaitu hilirisasi menjadi salah satu yang bisa mendorong nilai tambah sektor yang sudah tumbuh.

"Namun, ke depannya perlu juga mendorong sektor lain yang belum terlalu dieksplorasi," tandas Riefky.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi