Pelaksanaan buyback saham dipermudah



JAKARTA. Longsornya IHSG mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali mengeluarkan surat edaran (SE) yang membolehkan emiten melakukan buyback tanpa rapat umum pemegang saham (RUPS).

SE OJK Nomor 22/SEOJK.04/2015 ini tentang kondisi lain sebagai kondisi pasar yang berfluktuasi signifikan dalam pelaksanaan pembelian kembali saham yang dikeluarkan emiten atau perusahaan publik. "Hari ini (kemarin) resmi berlaku," kata Nurhaida, Kepala Eksekutif Bidang Pasar Modal OJK, Jumat (21/8).  

Sejumlah pertimbangan keluarnya SE tersebut antara lain, anjloknya IHSG secara signifikan lima bulan terakhir. Jika dihitung dari level tertinggi hingga level terendah, IHSG longsor sekitar 21%. Tiga hari terakhir, IHSG turun 3,87%.


Kondisi ekonomi global, regional dan domestik yang melambat juga menjadi perhatian wasit pasar keuangan. OJK menyatakan kondisi lain sebagai dasar pelaksanaan kebijakan buyback tanpa RUPS ini. Peraturan OJK (POJK) Nomor 2/POJK/2013 tentang Pembelian Kembali Saham Yang dikeluarkan oleh

Emiten atau Perusahaan Publik dalam Kondisi Pasar Berfluktuasi secara Signifikan menyebut, buyback tanpa RUPS bisa dilakukan jika pasar dianggap berfluktuasi signifikan. Fluktuasi yang dimaksud adalah jika IHSG selama tiga hari bursa berturut-turut secara kumulatif turun 15% atau lebih atau kondisi lain yang ditetapkan OJK. Kondisi lain ini juga diatur dalam SE 2015.

Emiten bisa mengeksekusi kebijakan tersebut sesuai POJK. Emiten boleh membeli kembali saham maksimal 20% dari modal disetor tanpa persetujuan RUPS. Hanya saja, tujuh hari bursa setelah pasar berfluktuasi, emiten harus memberikan keterbukaan informasi terkait rencana ini.

Periode buyback dibatasi maksimal tiga bulan setelah keterbukaan informasi dilakukan. Emiten bisa memperpanjang buyback selama aturan itu belum dicabut. Emiten bisa mengalihkan saham alias refloat 30 hari setelah periode buyback berakhir.

Bursa Efek Indonesia (BEI) mengaku belum ada kelonggaran kebijakan yang bisa dilakukan. Samsul Hidayat, Direktur Penilaian BEI, mengatakan, kebijakan di BEI berlaku normal.

Mulai dari suspensi hingga auto re-ject. "Kami coba melihat bottom-nya dimana, kami berharap ada cooling down, investor tidak lakukan aksi jual dulu," kata Samsul.

Lanjar Nafi Taulat, Analis Reliance Securities, menilai positif kebijakan tersebut, lantaran dapat menahan kejatuhan IHSG dari efek aksi jual yang terlalu dalam. Kepercayaan diri investor dapat bertumbuh seiring kebijakan ini. Tapi, efektivitas kebijakan ini masih harus dilihat karena baru tampak pekan depan.

David Sutyanto, Analis First Asia Capital, mengatakan, buyback tidak akan mampu membalikkan indeks ke posisi semula, tapi cuma menahan penurunan. Lagipula, belum tentu emiten yang mengumumkan buyback akan mengeksekusi pembelian secara penuh.

Dia menambahkan, emiten memiliki pertimbangan tersendiri sebelum mengumumkan buyback. Pertama kondisi kas. Di tengah perlambatan ekonomi dan sulitnya ekspansi, kemungkinan emiten lebih memilih alokasi dana untuk buyback.

Kedua, valuasi harga sama secara fundamental. Emiten tentu memiliki valuasi harga saham. Dengan patokan valuasi misalnya dalam jangka dua hingga tiga tahun, serta posisi harga saat ini, emiten akan menentukan ikut atau tidak buyback. "Ketiga, emiten akan menghitung, berapa banyak akan beli dan bisa untung atau tidak," imbuh David.

Ia melihat, banyak saham-saham dengan valuasi PE di bawah 10 kali, terutama sektor perbankan. Lagipula, banyak dana menganggur akibat pembatasan ekspansi emiten. Nah, bagi investor yang ingin menunggangi perhelatan buyback, David menyarankan mengikuti cara buyback emiten, tetap melihat valuasi fundamental dan untuk jangka panjang.

 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan