Pelaku asuransi minta ada dasar hukum e-polis



JAKARTA. Pemanfaatan teknologi informasi dalam bisnis asuransi salah satunya menghasilkan polis elektronik alias e-polis. Sesuai namanya, e-polis ini merupakan dokumen polis dalam bentuk elektronik yang diterbitkan perusahaan asuransi untuk nasabah yang berisi kontrak perjanjian.

Namun, faktanya, e-polis ini belum memiliki aturan hukum. Alhasil, keabsahannya di mata hukum dipertanyakan.

Hendrisman Rahim, Ketua Umum Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), mengungkapkan, ada kekhawatiran  ketika terjadi sengketa kontrak hukum di polis asuransi dengan prosedur hukum. "Kami khawatir, secara hukum, e-polis itu tidak kuat. Masalahnya e-polis sudah diakui secara hukum belum? Ini kan belum diatur," ujarnya, kemarin.


Hal senada disampaikan Dadang Sukresna, Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI). Menurut dia, yang terjadi saat ini, perusahaan asuransi menerbitkan e-polis sekaligus mencetak dokumennya dan disimpan. Nasabah menerima e-polis dan bisa mencetaknya sewaktu-waktu dibutuhkan.

Masalahnya, secara hukum e-polis belum diakui. Sehingga, perusahaan asuransi harus menyimpan seluruh catatan polis nasabahnya secara fisik. Lagi pula, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan masih mewajibkan adanya dokumen dalam bentuk cetak, bukan elektronik. "Otoritas Jasa Keuangan harus mengatur ini dulu, baru e-polis bisa terlaksana secara menyeluruh," tutur Dadang.

Setidaknya, sambung Dadang, OJK bersama pelaku industri asuransi duduk bersama membahas legalitas e-polis ini dengan ahli hukum dan Ditjen Pajak. Ini untuk menghindari kesalahan atau sengketa terkait kontrak hukum dalam polis asuransi di masa depan, terutama jika klaimnya mengalami persoalan hukum.

Firdaus Djaelani, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK,  telah merestui penggunaan e-polis oleh industri asuransi.  Sebab, penjualan produk asuransi secara online semakin menjamur. Bahkan supermarket online, seperti pasarpolis.com, cekaja.com,  dan rajapremi.com ikut memasarkan produk asuransi. Mereka tentu memiliki perjanjian dengan perusahaan asuransi terkait distribusi.

Selain itu, tren pemanfaatan teknologi informasi ini diyakini mampu mengurangi biaya operasional dan menekan biaya mencetak polis.

"Saya kira, tidak ada masalah. E-polis itu legal. Tidak perlu lah dibuatkan aturan hukumnya. Kan, sudah jelas dalam POJK Perlindungan Konsumen," kata Firdaus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Mesti Sinaga