JAKARTA. Meski pemerintah akan merampungkan revisi beleid bea keluar (BK) minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO), para pengusaha dan petani CPO tetap menyuarakan keberatannya. Mereka menganggap penurunan tarif tertinggi BK dan peningkatan batas bawah harga CPO tetap merugikan mereka. Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Asmar Arsyad mengatakan, revisi itu tidak menghasilkan perubahan yang signifikan, misalnya saja dalam penentuan batas bawah harga yang terkena BK 0%. Asmar bilang, peningkatan batas bawah dari US$ 700 per ton menjadi US$ 750 per ton tidak ada bedanya. Pasalnya , harga CPO internasional di bulan-bulan mendatang tidak mungkin serendah itu. Harga CPO di bulan-bulan mendatang bakal di atas US$ 1.000 per ton karena permintaannya terus tinggi. "Percuma, BK tidak mungkin 0%," kata Asmar kepada KONTAN, Selasa (19/7). Kenyataan itu membuat para petani kelapa sawit tetap rugi. Kata Asmar, pengenaan BK ini menurunkan pendapatan petani sebesar US$ 0,14 per ton tandan buah segar (TBS). Di sisi lain, petani tidak mendapatkan insentif baik langsung maupun tidak langsung dari kebijakan BK ini. Hal ini terbukti dari masih buruknya infrastruktur di perkebunan, minimnya penelitian dan pengembangan kelapa sawit, dan juga pemerintah kurang gencar mempromosikan CPO nasional di luar negeri.
Pelaku CPO tidak puas dengan revisi beleid bea keluar
JAKARTA. Meski pemerintah akan merampungkan revisi beleid bea keluar (BK) minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO), para pengusaha dan petani CPO tetap menyuarakan keberatannya. Mereka menganggap penurunan tarif tertinggi BK dan peningkatan batas bawah harga CPO tetap merugikan mereka. Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), Asmar Arsyad mengatakan, revisi itu tidak menghasilkan perubahan yang signifikan, misalnya saja dalam penentuan batas bawah harga yang terkena BK 0%. Asmar bilang, peningkatan batas bawah dari US$ 700 per ton menjadi US$ 750 per ton tidak ada bedanya. Pasalnya , harga CPO internasional di bulan-bulan mendatang tidak mungkin serendah itu. Harga CPO di bulan-bulan mendatang bakal di atas US$ 1.000 per ton karena permintaannya terus tinggi. "Percuma, BK tidak mungkin 0%," kata Asmar kepada KONTAN, Selasa (19/7). Kenyataan itu membuat para petani kelapa sawit tetap rugi. Kata Asmar, pengenaan BK ini menurunkan pendapatan petani sebesar US$ 0,14 per ton tandan buah segar (TBS). Di sisi lain, petani tidak mendapatkan insentif baik langsung maupun tidak langsung dari kebijakan BK ini. Hal ini terbukti dari masih buruknya infrastruktur di perkebunan, minimnya penelitian dan pengembangan kelapa sawit, dan juga pemerintah kurang gencar mempromosikan CPO nasional di luar negeri.