Pelaku industri baja minta lindungan pemerintah



JAKARTA. Para pelaku industri baja meminta pemerintah lebih memperhatikan perlindungan bagi industri baja dalam negeri, terutama dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Industri baja saat ini masih harus menghadapi banyak tantangan, seperti kurs rupiah yang fluktuatif hingga tantangan aturan safeguard dari negara lain terhadap baja asal Indonesia.

Alih-alih dilindungi, industri baja dalam negeri malah harus mengalami kenaikkan beban produksi akibat kenaikkan tarif dasar listrik hingga 68% sepanjang 2014. Beban listrik ini mengambil porsi hingga 8% dari total beban produksi. "Baja itu drakulanya energi, butuh banyak sekali listrik," ujar Irvan Kamal Hakim, Chairman Indonesia Iron & Steel Industry Association (IISIA).

Tidak hanya itu, industri baja dalam negeri harus juga berhadapan dengan kenaikan Upah Minimum Pekerja (UMP) sebesar 60% dalam 2 tahun terakhir. Industri baja juga harus mengalami gejolak fluktuasi kurs rupiah. Asal tahu saja, industri baja masih harus mengimpor bahan baku seperti iron ore hingga slab dan billet. Tambah lagi, industri baja juga harus berhadapan dengan jatuhnya harga baja sejak 3 tahun terakhir.


Irvan mengatakan pelaku industri dalam negeri mendambakan bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Ia juga menginginkan agar industri baja dalam negeri mendapatakan lahan bertanding yang sama. "Kalau negara lain diperlakukan begitu Industrinya oleh pemerintahnya, ya kita juga minta begitu," ujar Irvan.

Harjanto, Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian mengakui masih banyak masalah yang dihadapi industri baja dalam negeri. Persoalan bahan baku impor dan pasokan listrik menjadi masalah utama di industri baja. "Struktur biaya di industri baja memang masih terbebani dua hal itu," ujar Harjanto.

Karena itu, Harjanto mengatakan pihaknya akan mencari alternatif bahan baku dan pembangkit listrik agar listrik lebih efisiens. Pemerintah juga sedang mengkaji soal bea masuk dan free trade zone di Batam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Harris Hadinata