Pelaku Industri Kopi Tanah Air Dag Dig Dug Atas UU Anti Deforestasi Uni Eropa



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku industri kopi turut mewaspadai rencana penerapan Undang-Undang Anti Deforestasi Uni Eropa (EUDR) yang bisa mempengaruhi ekspor produk komoditas Indonesia ke kawasan Benua Biru.

Menurut regulasi EUDR, para operator yang mengekspor barang komoditas dan produk turunannya ke negara-negara anggota Uni Eropa harus menyediakan data geolokasi dari sumber bahan baku mulai 1 Januari 2025.

Moelyono Soesilo, Ketua Departemen Specialty & Industri BPP Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI), menyatakan bahwa pelaku usaha kopi nasional masih menghadapi tantangan dalam mengimplementasikan aturan EUDR.


Baca Juga: Harga Kopi Robusta Melonjak ke Rekor Tertinggi karena Pasokan Mengetat

Salah satu kendalanya adalah ketidakjelasan mengenai siapa yang akan melakukan verifikasi terhadap pemenuhan syarat dalam EUDR, seperti pelacakan jejak komoditas kopi dari lokasi penanaman hingga saat diekspor.

"Mata rantai kopi sangat kompleks, karena bisa saja satu petani menjual ke beberapa pedagang, sehingga pelacakan menjadi sulit dilakukan secara efektif," ungkap Moelyono pada Senin (15/7).

Meskipun demikian, produsen kopi nasional sedang melakukan persiapan untuk menghadapi regulasi EUDR yang akan datang.

Moelyono juga membenarkan bahwa ekspor kopi nasional mengalami penurunan belakangan ini, meskipun bukan disebabkan oleh EUDR melainkan karena masalah logistik seperti kenaikan biaya pengangkutan kapal atau freight rate yang mencapai 300%. Namun, tren penurunan ini diperkirakan hanya bersifat sementara.

AEKI mencatat bahwa Indonesia banyak mengekspor biji kopi robusta ke Eropa untuk industri kopi komersial, dengan produk akhir berupa kopi bubuk atau kopi instan. Kontribusi ekspor biji kopi ke Eropa mencapai 20%-25% dari total ekspor biji kopi Indonesia.

Baca Juga: Eropa Jegal Ekspor Komoditas Karet dan Kopi RI

Jika regulasi pengawasan ketat terhadap ekspor ke Eropa diterapkan, produsen kopi Indonesia mungkin akan memfokuskan penjualannya lebih banyak di pasar domestik yang memiliki permintaan yang lebih besar daripada pasokannya. Terlebih lagi, belakangan ini produksi kopi nasional menurun seiring gangguan cuaca.

"Jadi, saat ini pasar domestik menjadi lebih menarik karena harga kopi di dalam negeri lebih tinggi dibandingkan dengan pasar ekspor," jelas Moelyono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .