JAKARTA. Mabes Polri menganggap tidak ada yang salah dalam penyidikan dalam kasus kepemilikan sabu Rudy Santoso (41), meskipun akhirnya Mahkamah Agung (MA) memvonis bebas. Brigjen Pol Boy Rafli Amar, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, mengatakan dalam penyidikan yang dilakukan kepolisian sudah benar. Hal tersebut terlihat dengan divonisnya Rudy empat tahun penjara di tingkat pengadilan pertama dan pengadilan tinggi. "Dia itu pengguna sekaligus pembeli, berulang. Jadi barang bukti juga ada, dalam perjalanan kasusnya di pengadilan negeri ia divonis empat tahun, kemudian di pengadilan tinggi juga divonis empat tahun. Tetapi saat kasasi di MA divonis bebas. Pertanyaannya kenapa di MA bebas?" kata Boy saat ditemui di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (6/1).
Dikatakannya, bahwa tes urine terhadap tersangka narkoba bukan satu-satunya alat bukti yang wajib. Tetapi adanya barang bukti yang lain, bisa mendukung seseorang dikatakan sebagai pengguna narkoba. "Ada padanya alat bukti lain barang yang dibeli, berati dia menguasai. Jadi tes urine bukan satu-satunya hal yang harus ada," tegas Boy. Terkait adanya dugaan rekayasa dalam kasus tersebut seperti yang tertuang dalam putusan hakim, Boy mengatakan bahwa dalam kasus tersebut sudah ada dua pengadilan yang memvonisnya bersalah. "Sudah ada pengadilan negeri dan pengadilan tinggi yang menyatakan bersalah. Tapi kita hormati pendapat hakim. Dan ingat, narkoba merupakan musuh pertama bangsa ini. Jadi kita mau pro pemberantasan narkoba atau tidak," ungkapnya. Untuk diketahui, MA membebaskan Rudy dari hukuman 4 tahun penjara karena dijebak atas kepemilikan sabu 0,2 gram. Kasus bermula saat Rudy ditangkap polisi dari Ditreskoba Polda Jawa Timur di kos-kosannya di Jl Rungkut Asri, Surabaya, pada 7 Agustus 2011 sore. Versi polisi, saat digerebek, pria kelahiran 4 April 1971 itu membuang sesuatu ke kloset yang belakangan diketahui sabu dengan berat bersih 0,2 gram. Atas tuduhan polisi ini, jaksa menyeret Rudy ke pengadilan. Pada 5 Januari 2012, Kejari Tanjung Perak menuntut pria kelahiran Tuban tersebut dengan hukuman 5 tahun penjara. Pada 1 Maret 2012 PN Surabaya menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara. PN Surabaya menilai Rudy melanggar pasal 112 ayat 1 UU Narkotika. Putusan ini dikuatkan di tingkat banding pada 22Mei 2012. Merasa dijebak, Rudy memohon keadilan sejati kepada MA dan akhirnya keadilan pun hadir. Dalam website MA diterangkan 'membebaskan terdakwa dari segala dakwaan dan tuntutan.' Putusan ini diketok hakim agung Mayjen (Purn) Timur Manurung sebagai ketua majelis, hakim agung Dr Salman Luthan dan hakim anggota Dr Andi Samsan Nganro sebagai hakim anggota.
Dalam pertimbangan hukumnya, MA menyatakan Rudy dijebak oleh Susi. Susi menyelinap ke kamar Rudy dengan alasan buang air besar dan sesaat kemudian kamar kos Rudy digerebek 4 orang polisi. Rudy baru tahu ada Susi setelah ada penggerebekan. Majelis melihat, hal ini menjadi dapat dibenarkan adalah suatu rekayasa penyidik polisi untuk menjebak terdakwa dalam peristiwa itu. Lalu siapakah Susi? Hingga kali ini Susi masih misterius. Sebab Susi malah dibiarkan lolos dari penggerebekan itu. "Tidak mungkin ketika melakukan penggerebekan dalam suatu rumah, kemudian ada orang lain yang keluar dari tempat tersebut tapi tidak ditangkap polisi untuk dimintai keterangan dan Susi dibiarkan pergi keluar melewati 4 orang polisi yang sedang melakukan penggerebekan," putus MA dengan suara bulat. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Hendra Gunawan