Pelaku UKM masih kesulitan memasok ke ritel modern



Pemerintah mewajibkan toko modern untuk memasarkan minimal 80% produk lokal dari keseluruhan produk yang diperdagangkan. Hal ini bertujuan mendorong peningkatan penggunaan produk dalam negeri di toko ritel modern.   

Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 70/M-DAG/PER/12/2013 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.

Kendati sudah ada beleid yang membuka peluang bagi produk lokal memasok ritel modern, tapi ternyata hanya sedikit pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang berhasil memanfaatkannya.


Sejak aturan ini mulai berlaku tahun lalu, Kementerian Perdagangan baru membantu sekitar 1.523 UKM menjadi mitra peritel modern. "Jumlah ini masih sangat kecil dibandingkan total UKM di Indonesia yang diperkirakan mencapai puluhan juta," kata Suhanto, Direktur Dagang Kecil Menengah dan Produk Dalam Negeri Kementrian Perdagangan, beberapa waktu lalu.

Suhanto sendiri berharap, jumlah ini terus meningkat agar target 80% bisa tercapai. Menurutnya, kewajiban ritel modern menggunakan 80% produk lokal penting guna menyongsong diterapkannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada 2015. "UKM perlu punya daya saing," katanya.

Perluasan pasar UKM ke sektor ritel modern sulit dilakukan karena ketatnya persyaratan yang ditetapkan pihak ritel modern. Fernando Repi, Corporate Communication PT Matahari Putra Prima Tbk, pemilik jaringan supermarket Hypermart, bilang, kewajiban ritel modern memasarkan 80% produk UKM bisa saja dilakukan asal bertahap.

Menurutnya, butuh persiapan karena banyak kendala yang masih harus diatasi. Antara lain perlunya program pembinaan standardisasi produk UKM. Selain kualitas produk, juga perlu kepastian kontinuitas pasokan dari pelaku UKM.

Apalagi, jumlah gerai Hypermart juga banyak. "Gerai Hypermart itu banyak dan tersebar di 100 wilayah," kata Fernando ke KONTAN, Jumat (16/5).

Sayang, ia tak mau memerinci berapa persentase produk UKM yang kini sudah merambah gerai Hypermart. Menurut Fernando, peluang UKM memasok Hypermart tetap terbuka selama kualitas produk dan pasokan memenuhi persyaratan.  

"Mereka tetap bisa memasukkan barangnya, dengan catatan lulus persyaratan kualitas barang, jumlah stok suplai, dan lainnya. Hypermart juga memberikan kebebasan listing fee agar tidak menyulitkan mereka," tambahnya.

Neneng Sri Mulyati, Manajer Pemasaran dan Hubungan Masyarakat PT Modern Putra Indonesia, pengelola jaringan ritel 7-Eleven, mengklaim, produk UKM yang dipasarkan 7-Eleven sudah mencapai 50% dari total produk.

Sebagian besar produk makanan, seperti makanan ringan, buah, susu, dan sayuran. "Produk makanan kami kebanyakan dari UKM, baik untuk fresh food dan package food," kata Neneng.

Ia mengklaim, 7 Eleven tidak alergi dengan produk UKM. Namun demikian, tetap ada quality control terhadap produk UKM yang akan dipasarkan di 7-Eleven. Uji kelayakan produk itu meliputi bahan baku, pro-duksi, dan pre-packaging. Adapun pengemasan atau packing  dilakukan sendiri oleh 7-Eleven.

Dalam melakukan proses quality control tersebut, 7-Eleven juga bekerjasama dengan Lembaga Layanan Pemasaran Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (LLP-KUKM).              (Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri