Pelaku UMKM terdampak Covid, Pertagas terus jaga asa Kelompok Tuli sampai Petani



KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pandemi Covid-19 yang sudah berjalan selama hampir delapan bulan telah membuat pelaku usaha kecil terpuruk. Kebijakan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) yang diberlakukan berbagai daerah membuat daya beli merosot.

Data dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah mencatat tiga permasalahan usaha yang dihadapi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) saat pandemi, pertama permintaan menurun, distribusi terhambat, dan permodalan.

Adapun tiga sektor yang paling terdampak Covid-19 menurut Kementerian Koperasi dan UMKM, yakni pedagang besar dan eceran, penyedia akomodasi dan makanan minuman, industri pengolahan.

Saat ini jumlah UMKM di Indonesia terbagi menjadi usaha besar sebanyak 5.550 perusahaan, usaha menengah sebanyak 60.702 perusahaan, usaha kecil sebanyak 73.132 perusahaan, dan pelaku mikro di Indonesia paling besar yakni mencapai 63.350.222.

Golongan pelaku usaha besar memiliki aset Rp 10 miliar dengan omset Rp 50 miliar per tahun, lalu usaha menengah dengan aset Rp 500 juta sampai Rp 10 miliar, usaha kecil dengan aset Rp 50 juta sampai Rp 500 juta dengan omset Rp 300 juta sampai Rp 2,5 miliar, dan usaha mikro dengan aset Rp 50 juta dengan omset Rp 300 juta.

Melihat data dari Kementerian Koperasi dan UKM tergambar bahwa Indonesia ditopang oleh pengusaha di kelas mikro. Maka dari itu, salah satu perusahaan minyak dan gas (migas) yang berfokus kepada jaringan pipa gas, PT Pertagas terus melakukan upaya pembinaan kepada para usaha mikro.

Fitri Erika, Corporate Secretary Pertagas mengatakan program corporate social responsibility (CSR) di tengah pandemi harus bisa beradaptasi."Di tengah Pandemi Covid-19, berbagai program CSR kami harus melakukan penyesuaian," ujar Erika dalam Webinar beberapa waktu lalu.

Menurut Erika, mitra binaan Pertagas di berbagai daerah telah melakukan sejumlah penyesuaian selama masa pandemi Covid-19. Kelompok  Tuli Gresik (Kotugres), mitra binaan Pertagas bagi para tuna rungu di Gresik, Jawa Timur,  yang biasa menjahit baju anak dan seragam, saat pandemi berubah dengan menjahit masker.

Resto Apung di Sidoarjo, Jawa Timur, yang harus tutup selama masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB), melakukan penyesuaian agar bisa tetap bertahan dengan beralih untuk menyediakan jasa katering. 

Tidak hanya itu, mitra binaan Pertagas di Cilamaya, Jawa Barat, yakni kelompok tani Gapoktan yang dipimpin Aep, ikut terdampak dan melakukan penyesuaian. 

“Di masa pandemi Gapoktan Cilamaya sempat panen. Saat itu kami jaga petani dengan memakai masker dan social distancing,” kata Erika.

Zainal Abidin, Manajer Comrel dan CSR Pertagas, menambahkan selama pandemi Covid-19 menjadi tantangan bagi Pertagas untuk melakukan pendampingan karena kondisi yang tidak biasa. Pertagas melakukan pemetaan sosial untuk kegiatan CSR pada 2020. 

“Selama pandemi ada yang kami hold, ada yang tetap jalan, tapi ada juga yang harus disesuaikan dan ditunda,” katanya.

Salah satu upaya Pertagas membantu pelaku usaha kecil adalah dengan membantu Kelompok Tuli Gresik (Kotugres) yang terkena dampak pandemi Covid-19. 

Cerita tersebut kiranya tergambar dari pengakuan Innik Hikmatin, Pembina Kotugres. Dia menceritakan bahwa Kotugres memang sebuah kelompok tuli yang produktif menghasilkan karya dalam desain kain. Selama masa pandemi Covid-19 terbantu oleh Pertagas untuk pengadaan bahan baku kain dan juga alat-alat sablon. "Kami tidak menerima uang, jadi semua sudah disiapkan Pertagas," terangnya.

Innik bilang, pelatihan untuk meningkatkan skill mitra binaan Pertagas ini dilakukan dengan baik melalui daring. “Orderan juga jalan. Tahun ini rata-rata per bulan capaian mereka (Kotugres) rata-rata Rp 5,3 juta,” ujar Innik. 

Para penerima manfaat CSR PT Pertamina Gas tersebut menghasilkan puluhan karya desain fesyen selama pandemi Covid-19. Salah satu unjuk gigi mereka adalah dengan melakukan presentasi karya dari seluruh rangkaian pelatihan fesyen yang difasilitasi Pertagas, UPT Resources Centre Gresik, dan sekolah fesyen ESMOD Jakarta.

“Bener-benar luar biasa. Karena bikin kami bangga sekali. Meski pelatihan sebagian besar lewat daring anak-anak pinter sekali, semua nempel dan diaplikasikan,” ujar Truly Hutagalung, Guru ESMOD Jakarta. 

Pelatihan fesyen ini dilakukan sejak tiga bulan lalu. Tepat di 20 Juli 2020, sebanyak 6 dari 26 anggota Kotugres yang memiliki minat di bidang fesyen diikutsertakan dalam program ini, lainnya secara terpisah mendapatkan pelatihan di bidang kuliner dan kerajinan. Tidak hanya belajar tentang cara menjahit saja, lewat tangan dingin guru-guru ESMOD Jakarta, anggota Kotugres mendapatkan pelatihan fesyen dan bisnis mode secara utuh. 

Enam anggota kelompok fesyen Kotugres dibagi ke dalam 4 kelompok sesuai dengan area minat masing-masing. Ada yang berminat menghasilkan karya seragam, karya busana muslim, dan karya busana anak.

Dalam presentasi tugas akhir, mereka diharuskan memaparkan bagaimana mereka menemukan ide, menuangkan ke dalam konsep desain, hingga mengimplementasikannya menjadi sebuah hasil akhir berupa produk baju siap pakai. 

Alfa, salah satu peserta Kotugres memilih untuk memproduksi pakaian seragam sekolah elite. Meski baru belajar di dunia fesyen, karya Alfa berhasil memukau para guru. Menurutnya, dia ingin agar produk karyanya bisa diterima di sekolah-sekolah maupun perkantoran. “Saya pakai brand Alfa yang berasal dari nama saya sendiri,” ujarnya melalui Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo) yang diterjemahkan oleh penerjemah. 

Sementara itu, Wilda yang melahirkan brand Ilda  memilih untuk fokus ke karya busana muslim perempuan. “Harapannya bisa dijual di butik, bisa untuk santai dan acara formal,” jelasnya dalam Bisindo. 

Selain mempresentasikan karya berupa desain dan produk jadi, mereka juga diminta mempresentasikan aspek bisnis dari produk yang dihasilkan. “Kita ingin teman-teman Kotugres memiliki sense of business juga. Memilih materi produksi, menghitung biaya produksi hingga menentukan harga ritel terbaik dari produk mereka nantinya,” ujar Supervisor Sales Ambassador Esmod Jakarta, Theresia Nastiti.

Karena pandemi, seluruh pelatihan yang awalnya direncanakan melalui tatap muka harus disesuaikan. Pertagas dan ESMOD Jakarta melakukan inovasi. Sebagian besar modul diubah ke dalam konsep daring. 

“Pelatihan untuk Kotugres ini menjadi salah satu wujud  komitmen kami untuk mendorong dan memotivasi mitra binaan agar  terus berkarya dan mampu beradaptasi di tengah pandemi,” ujar Fitri Erika. 

Menurutnya, pendamping dan capacity building untuk Kotugres merupakan langkah awal untuk memotivasi anggota Kotugres menjadi mandiri ke depan. 

“Tugas kami sebagai perusahaan adalah untuk memahami kebutuhan kelompok masyarakat sekitar operasi kami, mengelolanya lewat program kolaborasi tepat agar mereka bisa menemukan solusi atas masalah utama mereka, dan bisa berdikari di masa mendatang,” harapnya.

Petani Menekan Pengeluaran

Sementara itu, selain Kotugres, Pertagas juga membantu dua pelaku usaha lain, yakni, Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Cilamaya, Jawa Barat. 

Aep pimpinan Gapoktan mitra binaan Pertagas di Cilamaya, Jabar menuturkan dampak Covid-19 sangat terasa bagi petani. Namun, dengan menjadi mitra binaan Pertagas ini pihaknya sudah banyak terbantu terkait mengembangkan padi sehat atau padi organik. 

Dia mengatakan untuk 1 hektare bisanya menghasilkan 6,5 ton dan biayanya sangat mahal karena dengan memakai pupuk kimia ternyata malah banyak hama sehingga biaya ongkos produksinya bisa Rp 11 juta per ha. "Beli bibitnya juga mahal," terangnya.

Aep mengatakan, dengan memakai organik hasil panen per hektare memang tak jauh berbeda yaitu 6,2 ton. Tetapi ongkos produksinya bisa lebih murah. "Ongkos produksinya hany Rp 4,5 juta. Kelebihan lain memakai organik ini ya hama tidak banyak lagi," imbuhnya.

Dia bercerita ada beberapa kelompok tani di luar Gapoktan melirik usaha yang dilakukan Gapoktan pimpinan Aep karena sudah terbukti menghasilkan produksi lebih banyak dan ongkos produksi yang lebih murah. "Mereka hasil panennya hanya 5 ha, makanya mereka saat itu ingin juga bergabung," ujar dia.

Dalam beberapa kesempatan, Aep bercerita kepada sejawatnya bahwa dengan binaan yang dilakukan Pertagas kepada Gapoktan maka produksi meingkat. 

Adapun Bayu Setiawan, Chef Resto Apung di Sidoarjo, mengatakan di masa pandemi orderan datang melalui pembuatan nasi kotak paket makanan dan snack bagi tenaga medis di RSUD Sidoarjo. Pembuatan makanan dilakukan dengan mengedepankan protokol Covid-19. 

“Memasak lebih steril, bumbunya harus fresh, terus kami rajin-rajin mencuci tangan dengan sabun, pakai masker, menyemprot disinfektan, dll,” ujarnya.   Bayu menyebutkan, saat pemberlukan PSBB menuju new normal,  pengunjung yang datang ke Resto Apung menerapkan protokol Covid-19. Tamu diminta mencuci tangan dengan sabun dulu selain mengenakan masker. Tempat duduk juga diatur jaraknya sekurangnya satu meter. “Sebelum Covid-19, Resto Apung banyak dikunjungi terutama di akhir pekan. Jadi tempat wisata, apalagi ada lomba mancing setiap minggu,” kata Bayu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Azis Husaini