Pelaku usaha ajukan usulan stimulus keringanan tagihan listrik lagi ke pemerintah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah perwakilan pelaku industri menyampaikan usulan stimulus keringanan listrik tambahan kepada pemerintah seiring dampak pandemi Covid-19 yang masih bisa terasa hingga beberapa waktu mendatang.

Sekretaris Badan Pengurus Daerah Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (BPD PHRI) Yogyakarta Herman Tony mengatakan, pihaknya mengapresiasi kebijakan pemerintah yang kini menghapus biaya pemakaian minimum atau jam nyala minimum 40 jam nyala di bulan Juli-Desember 2020. Dengan begitu, hotel dan restoran hanya akan membayar listrik yang terpakai saja.

Kendati begitu, PHRI sebenarnya memiliki sejumlah usulan yang belum terealisasi. Salah satunya, PHRI berharap, agar pelanggan kontrak PLN premium yang ingin berhenti berlangganan dapat diberi persetujuan segera.


Baca Juga: Pemerintah harap konsumsi listrik meningkat berkat stimulus keringanan tagihan

Selain itu, pelanggan yang ingin menurunkan daya sementara karena situasi Covid-19 harus diperbolehkan dan dipermudah, termasuk tidak dipungut biaya penurunan daya. Begitu pula pelanggan yang ingin menaikkan lagi daya listriknya, maka PLN diharapkan tidak memungut biaya peningkatan daya.

“Banyak anggota kami yang mengeluh dan ingin diberi persetujuan segera ketika hendak menurunkan daya atau berhenti langganan premium,” ungkap Herman dalam webinar, Selasa (18/8).

Dia menambahkan, kebijakan stimulus hendaknya juga berlaku ke anak perusahaan PLN. Sebab, di Batam yang mengelola listrik adalah Bright PLN Batam. Alhasil, industri hotel dan restoran di sana tidak menikmati kebijakan stimulus yang diberikan oleh pemerintah.

Menurut Herman, penting bagi pelaku usaha bidang pariwisata untuk mendapat stimulus keringanan tagihan listrik secara optimal. Pasalnya, selama pandemi Covid-19, arus kas pelaku usaha tersebut sangat minim akibat efek penutupan sejumlah kawasan wisata.

“Pariwisata menjadi sektor yang paling duluan terdampak Covid-19 dan berpotensi paling terakhir pulih dari pandemi tersebut,” jelas dia.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Gunawan berharap, ada penyederhanaan tarif listrik untuk pelaku industri. Misalnya, pemerintah menugaskan PLN untuk menetapkan satu tarif listrik industri mulai daya di atas 3.500 VA.

Di samping itu, AKLP juga menginginkan pelaku industri hanya membayar biaya pemakaian energi listrik saja selama periode pandemi Covid-19, tanpa komponen biaya lain.

“Hilangkan biaya waktu beban puncak (WBP) untuk sektor produktif, biaya penerangan jalan umum (PJU), dan lain-lain,” tutur dia dalam webinar, Selasa (18/8).

Bahkan, Yustinus juga berharap pemerintah dapat menurunkan tarif listrik untuk industri mengingat harga gas yang ditujukan ke pembangkit listrik sudah turun menjadi US$ 6 per MMBTU.

Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Hendra Iswahyudi mengapresiasi usulan-usulan yang diajukan oleh pihak asosiasi baik PHRI maupun AKLP. Ia menekankan, pada dasarnya regulasi di bidang ketenagalistrikan ada yang menjadi ranah pemerintah dan ada yang berada di ranah korporasi, dalam hal ini PLN.

Berkaca dari situ, beberapa usulan pelaku usaha memang cenderung masuk ke wilayah fungsi PLN. Misalnya keringanan atau diskon untuk biaya penurunan maupun peningkatan daya.

Terlepas dari itu, pemerintah akan senantiasa memfasilitasi kebutuhan pembahasan stimulus tambahan yang diperlukan bagi para pelaku bisnis dan industri.

“Kami terima masukan itu dan bila ada waktu khusus bisa didiskusikan kembali lebih lanjut,” ujar Hendra.

Baca Juga: Realisasi stimulus tagihan listrik pelanggan sosial, bisnis, industri Rp 257,7 miliar

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat