KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Terus merangkaknya harga batubara membuat pelaku usaha berharap pemerintah mengkaji harga patokan Domestic Market Obligation (DMO) sebesar US$ 70 per ton. Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengungkapkan, pelaku usaha beberapa kali telah mengusulkan agar penerapan harga DMO dikaji dengan menggunakan harga pasar. Dengan terjadinya disparitas harga, para pelaku usaha kesulitan untuk memanfaatkan potensi peningkatan margin. "Tentu ini kembali ke pemerintah dan PLN sebagai user, kita serahkan saja. Posisi memang lebih ideal kalau (mengikuti) harga pasar," kata Hendra kepada Kontan, Kamis (30/9).
Hendra menambahkan, jika harga patokan diubah dengan menggunakan harga pasar maka ada potensi peningkatan penerimaan negara yang bisa diperoleh. Kendati demikian, pemerintah tentunya punya pertimbangan sendiri termasuk juga untuk kepentingan masyarakat khususnya terkait dampak pada tarif listrik.
Baca Juga: Hadapi krisis energi, China tingkatkan kontrak pasokan batubara Sementara itu, Direktur dan Sekretaris Perusahaan PT Bumi Resources Tbk (BUMI) Dileep Srivastava mengatakan, harga batubara internasional kini telah mencapai sekitar US$ 200 ton atau jauh lebih tinggi ketimbang harga patokan DMO sebesar US$ 70 per ton. Dileep menambahkan, pada kondisi saat ini perlu ada tinjauan untuk harga yang ditetapkan dalam memenuhi DMO. "Kami dapat memenuhi DMO tetapi mengingat kenaikan biaya input dan margin yang lebih rendah untuk pasokan ke domestik, ada case untuk meninjau harga," terang Dileep ketika dihubungi Kontan, Kamis (30/9). Dileep melanjutkan, pemerintah perlu mempertimbangkan keseimbangan antara harga listrik yang terjangkau dan margin yang juga memadai bagi produsen abtubara. BUMI berharap harga yang dikenakan ada di kisaran harga pasar. Adapun, hingga paruh pertama tahun ini BUMI telah memproduksi sekitar 41 juta ton. Hingga akhir tahun produksi diharapkan mencapai sekitar 83 juta ton hingga 87 juta ton. Dileep memastikan, pihaknya juga tetap berupaya memenuhi kewajiban DMO batubara seperti yang telah dilakukan selama ini. "Kami mengekspor 70% dan 30% untuk memasok kebutuhan domestik. Prioritas kami adalah pasokan untuk PLN baru kemudian sisanya untuk ekspor," kata Dileep.
Sementara itu, jika merujuk data MODI Minerba Kementerian Energi dan SUmber Daya Mineral (ESDM), produksi batubara per 30 September mencapai 444,58 juta ton atau 71,13% dari target tahun ini yang mencapai 625 juta ton. Dari jumlah tersebut, realisasi ekspor mencapai 217,22 juta ton atau 44,56% dari target sebesar 487,50 juta ton. Adapun, realisasi DMO mencapai 63,47 juta ton atau sebesar 46,16% dari target 137,50 juta ton. Sementara penjualan domestik mencapai 137,14 juta ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat