KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 4 Tahun 2020. Beleid ini mendapat tanggapan dari sejumlah perwakilan pengusaha di sektor energi baru terbarukan (EBT). Asal tahu saja, Permen ESDM No. 4 Tahun 2020 merupakan revisi kedua dari Permen ESDM No. 50 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik.
Baca Juga: Permen ESDM Nomor 4/2020 tentang energi terbarukan terbit, apa saja poinnya? Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) Priyandaru menilai, beleid tersebut memiliki dampak positif bagi industri panas bumi tanah air. Utamanya terkait poin penghapusan skema pembelian listrik dengan pola kerja sama membangun, memiliki, mengoperasikan, dan mengalihkan (
Build, Own, Operate, and Transfer/BOOT). “Permen ini menjadi basis untuk proyek EBT yang menggunakan skema BOOT agar bisa ditinjau ulang dan tidak menjadi keharusan lagi,” kata dia, Selasa (10/3). Penghapusan skema BOOT tersebut diharapkan dapat menggairahkan lagi pengembangan proyek-proyek panas bumi di Indonesia. Sekretaris Jenderal Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Arya Rezavidi juga sepakat, penghapusan skema BOOT dalam Permen ESDM No 4 Tahun 2020 akan memudahkan pengembang EBT, termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), untuk mencari pendanaan. Sebab, ketika skema BOOT masih diberlakukan, aset-aset pembangkit listrik EBT yang dibangun oleh pengembang bisa diserahkan ke PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). “Seringkali bank tidak mau kasih pinjaman kalau aset pengembang suatu waktu tidak lagi menjadi miliknya,” ungkapnya Selasa (10/3).
Baca Juga: Corona mendera, Kementerian ESDM optimistis investasi EBT tak terhambat Kendati demikian, Permen tersebut bukan jaminan bahwa akan ada banyak investor yang masuk ke sektor EBT. Sebab, harga jual pembangkit EBT yang selama ini menjadi persoalan di mata investor dan pengembang justru tidak mengalami perubahan di dalam beleid tersebut. Dalam hal ini, Permen ESDM No. 4 Tahun 2020 masih menerapkan tarif listrik EBT yang berbasis Biaya Pokok Produksi (BPP). Meski begitu, Arya memandang, mekanisme harga pembangkit listrik EBT akan lebih jelas gambarannya melalui penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) tarif EBT. “Sepertinya Permen ini jadi peraturan sementara sebelum Perpres EBT terbit,” imbuh dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto